Trotoar di Jakarta, seharusnya menjadi ruang publik yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki, nyatanya masih menyisakan banyak permasalahan. Dari lebar yang sempit hingga alih fungsi menjadi area berjualan, trotoar Jakarta menunjukkan ketidaksesuaian antara kenyataan dan idealisme.
Banyak warga Jakarta yang mengeluhkan kondisi trotoar ini, mengungkapkan betapa berbahayanya berjalan kaki di beberapa titik karena kondisi yang tidak memadai. Kondisi ini memaksa pejalan kaki untuk turun ke jalan raya, meningkatkan risiko kecelakaan.
Jalan Sempit, Risiko Tinggi
Novriansyah, seorang warga Jakarta yang rutin jogging di Jalan Poltangan Raya, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai sempitnya trotoar.
Lebar trotoar yang hanya 70 sentimeter di beberapa titik membuat sulit untuk berpapasan dengan pejalan kaki lain. Ia bahkan kerap harus berjalan di bahu jalan karena trotoar yang tidak memadai.
Selain sempit, Novriansyah juga sering menemukan kabel proyek yang menjuntai di trotoar, menambah risiko terjatuh atau tersandung.
Trotoar Beralih Fungsi: Hak Pejalan Kaki Tergerus
Di Jalan Raya Pasar Minggu, pemandangan pedagang ketupat yang berjualan di atas trotoar menjadi pemandangan umum.
Kondisi trotoar yang rusak, dengan permukaan terkelupas dan kontur yang tidak rata, semakin memperparah situasi.
Di kawasan Senopati dan Blok M, trotoar juga sering digunakan untuk parkir sepeda motor, menghalangi pejalan kaki.
Adam Saputra, seorang pekerja rumah sakit di Pondok Indah, mengatakan bahwa trotoar di Jakarta bagus, namun tidak merata.
Ia mengamati trotoar di daerahnya sering beralih fungsi menjadi tempat berjualan dan parkir.
Adam membandingkan kondisi trotoar di Jakarta Selatan dengan Jakarta Pusat, mengatakan bahwa Jakarta Pusat jauh lebih baik dalam hal infrastruktur dan pengawasan trotoar.
Dilema Penegakan Hukum dan Kesejahteraan Warga
Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, menjelaskan bahwa petugas rutin melakukan patroli dan penertiban.
Namun, keterbatasan sumber daya manusia menjadi kendala utama dalam pengawasan menyeluruh.
Satriadi mengakui adanya fenomena “kucing-kucingan” antara petugas dan pedagang.
Ia lebih memilih pendekatan humanis, memberikan peringatan sebelum melakukan tindakan penertiban.
Kepala Bidang Kelengkapan Jalan Dinas Bina Marga DKI, Hananto, menambahkan bahwa trotoar ideal adalah jalur pejalan kaki yang aman, nyaman, dan inklusif.
Dinas Bina Marga telah membangun dan meningkatkan trotoar dengan konsep *complete street* sejak 2016.
Hingga akhir 2024, panjang trotoar yang telah dibangun atau ditingkatkan mencapai sekitar 427 kilometer.
Namun, kerusakan fisik trotoar masih menjadi kendala. Perbaikan rutin dilakukan oleh Satuan Tugas Pemeliharaan Kelengkapan Jalan Dinas Bina Marga.
Untuk menjaga fungsi trotoar, koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Satpol PP terus dilakukan.
Satpol PP juga memiliki program Bulan Tertib Trotoar, bersinergi dengan berbagai pihak untuk menegakkan Perda Nomor 8 Tahun 2007.
Permasalahan trotoar di Jakarta merupakan refleksi dari kompleksitas masalah perkotaan, melibatkan aspek infrastruktur, penegakan hukum, dan kesejahteraan warga. Solusi yang komprehensif dan berkelanjutan dibutuhkan untuk menciptakan trotoar yang benar-benar aman dan nyaman bagi semua pengguna jalan.