Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, membuat kejutan di persidangan kasus dugaan korupsi impor gula. Ia secara sengaja mengonsumsi gula rafinasi di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pernyataan jaksa yang sebelumnya menyebut gula rafinasi berbahaya bagi kesehatan. Peristiwa tersebut langsung menjadi sorotan dan memicu diskusi lebih lanjut mengenai persepsi publik terhadap gula rafinasi.
Tom Lembong Konsumsi Gula Rafinasi di Persidangan
Pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula, Selasa, 1 Juli 2025, Tom Lembong mengambil tindakan tak terduga. Ia membawa sampel gula mentah, gula rafinasi, dan gula putih ke ruang sidang.
Di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU), Tom Lembong kemudian memakan sesendok gula rafinasi.
Tindakan ini dilakukan sebagai respons atas pernyataan JPU sebelumnya yang menyebut gula rafinasi berbahaya jika dikonsumsi.
Tom Lembong merasa pernyataan tersebut keliru dan ingin membuktikannya secara langsung.
Klarifikasi Tom Lembong Mengenai Gula Rafinasi
Tom Lembong menjelaskan bahwa gula rafinasi justru lebih murni dan bersih dibandingkan gula putih biasa yang umum dikonsumsi.
Ia menggunakan angka Icumsa (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis) sebagai bukti.
Angka Icumsa menunjukkan tingkat kemurnian gula. Semakin rendah angka Icumsa, semakin putih dan bersih gula tersebut, serta semakin tinggi kualitasnya.
Gula rafinasi memiliki angka Icumsa yang lebih rendah dibandingkan gula putih biasa.
Dengan mengonsumsi gula rafinasi di depan para pihak yang terlibat dalam persidangan, Tom Lembong ingin mengklarifikasi kesalahpahaman mengenai keamanan gula rafinasi.
Ia menantang siapa pun untuk memantau kesehatannya setelah mengonsumsi gula tersebut untuk membuktikan klaimnya.
Dampak dan Analisis Tindakan Tom Lembong
Aksi Tom Lembong tentu saja menimbulkan berbagai reaksi. Beberapa pihak menilai tindakannya berani dan efektif untuk mengklarifikasi informasi yang keliru.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa tindakan tersebut kurang tepat dilakukan dalam konteks persidangan formal.
Peristiwa ini juga kembali menyoroti pentingnya edukasi publik mengenai gula rafinasi dan perbedaannya dengan gula putih biasa.
Perlu pemahaman yang lebih komprehensif untuk menghindari kesalahpahaman dan persepsi negatif terhadap produk pangan tertentu.
Kejadian ini juga menggarisbawahi pentingnya akurasi informasi, terutama dalam konteks proses hukum.
Pernyataan yang disampaikan dalam persidangan harus didukung oleh bukti dan data yang valid untuk menghindari penyebaran informasi yang menyesatkan.
Insiden ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam menyampaikan informasi, khususnya yang berkaitan dengan isu kesehatan dan keamanan pangan.
Masyarakat juga diharapkan lebih kritis dalam menerima informasi dan mencari sumber informasi yang kredibel dan terpercaya.