Pemerintah Indonesia secara resmi membatalkan rencana pemberian diskon tarif listrik sebagai stimulus ekonomi. Keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk kalangan ekonom. Mereka menilai pembatalan ini sebagai langkah yang kurang tepat di tengah tantangan ekonomi yang masih dihadapi masyarakat.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyatakan keprihatinannya atas pembatalan tersebut. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini seharusnya tetap dijalankan karena manfaatnya yang luas bagi masyarakat.
Pembatalan Diskon Listrik: Sebuah Langkah yang Kurang Tepat?
Nailul Huda menjelaskan bahwa pemerintah sebelumnya telah merencanakan beberapa insentif untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Di antaranya adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan diskon tarif listrik. Namun, pemerintah justru membatalkan rencana diskon listrik.
Ia menegaskan bahwa pembatalan diskon listrik bukan dialihkan ke BSU, melainkan benar-benar dihapus. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai strategi pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini.
Diskon Listrik: Lebih Inklusif daripada BSU
Menurut Nailul Huda, diskon tarif listrik seharusnya menjadi pilihan yang lebih inklusif. Kebijakan ini dapat menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Berbeda dengan BSU yang hanya menyasar pekerja formal dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta per bulan, diskon listrik berdampak lebih luas. Pembatasan gaji pada BSU dinilai tidak relevan karena banyak kawasan industri dengan upah minimum di atas angka tersebut.
Batasan Gaji BSU: Cakupan Terbatas
Batasan gaji Rp 3,5 juta per bulan pada BSU membuat cakupan penerima bantuan menjadi terbatas. Banyak pekerja di daerah non-Jabodetabek dan kawasan industri Jawa Barat-Banten yang memiliki upah minimum di atas angka tersebut.
Ini berarti, dampak BSU terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya pada kuartal III, dianggap terbatas. Kebijakan ini tidak efektif menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan stimulus ekonomi.
Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III
Nailul Huda menekankan bahwa meskipun hanya berlaku dua bulan, diskon tarif listrik dapat meringankan beban pengeluaran masyarakat. Dana yang terhemat bisa dialokasikan untuk konsumsi atau pembelian bahan baku bagi UMKM.
Ia menyayangkan pembatalan ini karena diskon listrik bisa membantu kelas menengah dan UMKM. Mereka merupakan kelompok yang sangat membutuhkan stimulus untuk meningkatkan daya beli dan aktivitas ekonomi.
Rekomendasi Kebijakan Stimulus yang Lebih Efektif
Nailul Huda mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kembali arah stimulus ekonomi. Ia menyarankan agar kebijakan stimulus lebih luas dan merata cakupannya.
Pemerintah seharusnya mengevaluasi kembali alokasi anggaran BSU dan mempertimbangkan pengalihan sebagian dana tersebut untuk diskon tarif listrik. Hal ini dinilai lebih efektif dalam mendorong konsumsi rumah tangga dan pemulihan ekonomi secara menyeluruh.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan stimulus ekonomi yang lebih inklusif dan efektif. Pembatalan diskon tarif listrik tanpa diimbangi dengan program alternatif yang lebih luas jangkauannya berpotensi menghambat pemulihan ekonomi dan mengurangi daya beli masyarakat. Upaya untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dan mendorong pertumbuhan ekonomi membutuhkan strategi yang komprehensif dan tepat sasaran. Kajian ulang terhadap kebijakan BSU dan kemungkinan pengalihan anggaran ke program yang lebih merata seperti diskon listrik perlu dipertimbangkan secara serius.
