Lebih dari 3.600 warga Seoul, Korea Selatan, meninggal dunia karena kesepian di tahun 2023. Jenazah mereka ditemukan setelah berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, meninggal dalam kesendirian. Tragedi ini mendorong pemerintah setempat untuk mengambil tindakan nyata. Pemerintah Kota Seoul meluncurkan inisiatif “Seoul tanpa kesepian,” sebuah program lima tahun senilai ratusan miliar won. Program ini bertujuan untuk mengatasi masalah kesepian yang semakin mengkhawatirkan di kota tersebut. Salah satu langkah konkritnya adalah pendirian “mind convenience stores,” atau toko serba ada untuk jiwa.
Mind Convenience Stores: Toko Serba Ada untuk Mengatasi Kesepian
“Mind convenience stores” bukanlah toko serba ada pada umumnya. Tempat ini dirancang sebagai ruang aman dan nyaman bagi warga yang merasa kesepian. Di sini, mereka bisa bersantai, menikmati camilan sederhana, menonton film, atau sekadar menghabiskan waktu tanpa tekanan. Eom Mi-hui, seorang wanita berusia 53 tahun, merasakan manfaat dari fasilitas ini. Ia merasa nyaman menikmati spa kaki infra merah di pusat tersebut. Baginya, tempat ini menyediakan pelarian dari kesendirian dan masalah kesehatan mental yang dialaminya. Fasilitas ini menyediakan berbagai pilihan aktivitas. Ada layanan spa kaki, hidangan sederhana, ruang menonton film, dan juga konselor untuk mereka yang membutuhkan dukungan lebih mendalam. Interaksi, sekecil apapun, diyakini dapat membantu memerangi epidemi kesepian.
Menjangkau Mereka yang Terisolasi
Sebuah survei Seoul Institute tahun 2022 menunjukkan bahwa 62 persen dari mereka yang tinggal sendirian mengalami kesepian. Kota Seoul memperkirakan ada 130.000 anak muda yang menderita isolasi sosial. Kondisi ini mendorong Wali Kota Oh Se-hoon untuk mengambil langkah proaktif. Wali Kota Oh Se-hoon menekankan pentingnya mengatasi kesepian sebagai akar permasalahan. Tingkat kebahagiaan yang rendah, tingkat bunuh diri yang tinggi, dan depresi, semuanya dikaitkan dengan kesepian. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatasi masalah kesepian secara langsung. Kim Se-heon, perwakilan departemen anti-kesepian di Seoul, menjelaskan perbedaan pendekatan. Kebijakan sebelumnya lebih fokus pada mereka yang sudah berada dalam krisis. Namun, pendekatan baru ini lebih holistik, menjangkau individu yang merasakan kesepian sebelum terisolasi.
Strategi dan Pengalaman Pengguna
Pusat di Dongdaemun, salah satu dari empat lokasi “mind convenience stores” yang dibuka Maret 2025, dirancang untuk menghindari stigma. Konsepnya terinspirasi dari “pyeonuijeom,” tempat umum di lingkungan Korea tempat orang-orang berkumpul. Pengunjung di Dongdaemun mengisi kuesioner singkat tentang tingkat kesepian mereka. Berdasarkan penilaian tersebut, mereka bisa mendapatkan mi instan gratis. Frekuensi mendapatkan mi instan bervariasi tergantung pada tingkat kesepian mereka. Lee Won-tae (51 tahun), salah satu pengunjung setia, menggunakan pusat ini sebagai bagian dari rutinitas hariannya. Ia memanfaatkan pusat tersebut sebagai tempat istirahat selama berjalan kaki, mengatasi masalah kesehatannya. Baginya, tempat ini menawarkan ketenangan tanpa tekanan sosialisasi. Para pekerja sosial dan konselor di pusat ini siap membantu pengunjung. Permintaan layanan jauh melebihi ekspektasi, dengan jumlah pengunjung harian yang terus meningkat. Pusat ini bahkan menjangkau mereka yang berada di luar Seoul. Lee In-sook, seorang sukarelawan konselor, menekankan pentingnya kesabaran dalam membantu mereka yang mengalami kesepian. Banyak yang awalnya enggan berbicara, namun seiring waktu, mereka mulai merasa nyaman berbagi. In-sook menggunakan pengalaman pribadinya untuk membimbing orang lain dalam perjalanan pemulihan mereka. Program “Seoul tanpa kesepian” merupakan upaya inovatif dalam mengatasi isu kesehatan mental dan kesejahteraan sosial. Inisiatif “mind convenience stores” menawarkan solusi praktis dan efektif untuk menjangkau individu yang mengalami kesepian, mengingatkan kita betapa pentingnya koneksi manusia dan dukungan sosial bagi kesehatan mental. Keberhasilan inisiatif ini diharapkan dapat menginspirasi solusi serupa di kota-kota lain di seluruh dunia yang menghadapi tantangan serupa.