Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, berpulang pada Minggu, 21 Juni 1970, pukul 07.00 WIB di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Beliau meninggal dunia pada usia 69 tahun dengan tenang, setelah sebelumnya tidak sadarkan diri sejak pukul 03.50 dini hari. Kepergian Bung Karno meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia.
Keluarga dan tim dokter setia mendampingi di saat-saat terakhir. Anak-anaknya, Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh, serta menantu-menantunya, Ommi Marzuki dan Deddy Soeharto, berada di sisinya. Meskipun tim dokter hadir, Bung Karno tidak sempat menyampaikan pesan terakhir. Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto segera tiba di RSPAD setelah menerima kabar duka tersebut.
Wafatnya Sang Proklamator
Jenazah Bung Karno dimandikan dan disemayamkan di Wisma Yasa, tempat ia menghabiskan masa-masa terakhirnya. Dari Wisma Yasa, jenazah kemudian dimakamkan secara kenegaraan di Blitar, kampung halamannya. Upacara pemakaman kenegaraan ini menjadi penghormatan terakhir bagi jasa-jasa beliau sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia.
Sebelum meninggal, Bung Karno sempat bertemu dengan putri bungsunya, Kartika Sari, yang sangat dirindukannya. Kartika dan ibunya, Ratna Sari Dewi Soekarno, tiba di Jakarta pada Sabtu malam dan langsung menuju RSPAD untuk bertemu Bung Karno selama satu setengah jam. Kehadiran Kartika menjadi momen haru di akhir hayat Bung Karno.
Perjalanan Penyakit dan Perawatan Terakhir
Presiden Soekarno menderita penyakit ginjal dan pendarahan. Beliau menjalani perawatan intensif di RSPAD sejak 16 Juni 1970. Kondisi kesehatannya terus dipantau oleh tim dokter, yang dipimpin oleh Dr. Roebino Ker Mardjon.
Komunike medis menyatakan kondisi Bung Karno memburuk sejak Sabtu malam pukul 22.30 WIB. Meskipun sempat membaik pada Jumat sebelumnya, penyakitnya yang kronis dan fluktuatif membuat kondisinya terus berubah. Presiden Soeharto, dalam rapat bersama kabinet, menetapkan pemakaman kenegaraan untuk menghormati jasa-jasa Bung Karno.
Reaksi Publik dan Insiden di Wisma Yasa
Ribuan warga berkumpul di luar RSPAD untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Bung Karno. Suasana haru dan penuh kesedihan menyelimuti area rumah sakit. Hanya keluarga dan pejabat tertentu yang diizinkan masuk ke RSPAD.
Pengangkutan jenazah Bung Karno dari RSPAD ke Wisma Yasa diiringi kesedihan mendalam. Rute iring-iringan jenazah melewati jalan-jalan utama Jakarta, menunjukkan penghormatan terakhir dari masyarakat. Di Wisma Yasa, suasana haru sempat terusik oleh insiden emosional antara Dewi Soekarno dan Harjati, salah satu mantan istri Bung Karno. Dewi menolak jabat tangan Harjati, mengungkapkan ketidaksukaannya atas perkataan Harjati tentang Bung Karno. Kejadian lain melibatkan wartawan yang dianggap terlalu dekat saat mengambil gambar jenazah. Dewi Soekarno pun menegur para wartawan tersebut.
Di tengah kesedihan, kehadiran Sitti, anjing peliharaan Bung Karno, menjadi perhatian. Anjing kecil berbulu putih itu mondar-mandir di sekitar peti jenazah, seakan turut berduka. Ibu Fatmawati Soekarno, istri kedua Bung Karno, juga jatuh sakit setelah mendengar kabar wafatnya sang suami. Beliau pun menerima banyak kunjungan belasungkawa dari pejabat dan pelayat.
Kepergian Bung Karno menjadi momen bersejarah bagi Indonesia. Kisah wafatnya, beserta reaksi publik dan keluarga, menunjukkan betapa besar pengaruh dan pengabdian Bung Karno bagi bangsa dan negara. Warisan dan perjuangannya akan selalu dikenang.