Bank Indonesia (BI) berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah dinamika ekonomi global yang penuh tantangan. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan komitmen ini, menyatakan bahwa meskipun kondisi dolar Amerika Serikat saat ini relatif stabil, BI tetap siaga menghadapi potensi gejolak yang dapat berdampak pada perekonomian Indonesia. Langkah-langkah proaktif terus dilakukan untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi nasional.
BI Jaga Stabilitas Rupiah di Tengah Gejolak Global
BI menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tahun ini. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan hal ini dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) pada Selasa (1/7/2025). Meskipun saat ini nilai dolar AS terpantau stabil, potensi gejolak tetap diwaspadai.
BI berupaya untuk menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil. Target pencapaian nilai tukar rupiah pun telah ditetapkan.
Pergerakan nilai tukar rupiah yang sempat mencapai Rp16.900 per dolar AS selama Lebaran lalu diakibatkan oleh gejolak ekonomi global. Pengumuman kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat turut memberikan tekanan pada perekonomian.
Target Pertumbuhan Ekonomi dan Tantangan Global
BI menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,6 persen di tahun ini. Target ini mempertimbangkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, terutama di negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat dan China.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat hingga 3,0 persen tahun depan. Amerika Serikat mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dari 2,8 persen menjadi 2,1 persen, bahkan diperkirakan hingga 1,8 persen. China juga mengalami penurunan dari 5 persen menjadi 4,6 persen. Kondisi serupa juga terjadi di Eropa dan Jepang. India menjadi satu-satunya negara yang diprediksi memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Dampak Perlambatan Ekonomi Global
Perlambatan ekonomi global, terutama di negara-negara maju seperti AS, Eropa, dan Jepang, disebabkan oleh berbagai faktor. Kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter yang diterapkan di negara-negara tersebut tidak mampu mencegah perlambatan.
Ekonomi Tiongkok juga melemah karena penurunan ekspor, khususnya ke AS, di tengah melemahnya permintaan domestik. Sebaliknya, ekonomi India diperkirakan tumbuh positif, didorong oleh investasi yang masih kuat.
Kebijakan Tarif Resiprokal AS dan Implikasinya
Ketidakpastian ekonomi global sedikit mereda, meskipun tetap tinggi. Hal ini disebabkan oleh dinamika tarif resiprokal Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Kebijakan tarif resiprokal AS memberikan dampak yang signifikan pada perlambatan ekonomi dunia. BI terus memantau dan mengantisipasi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
BI telah dan akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Komitmen ini dilakukan di tengah tantangan ekonomi global yang dinamis dan penuh ketidakpastian. Langkah-langkah strategis dan antisipatif terus dilakukan untuk menghadapi potensi gejolak dan menjaga perekonomian nasional tetap stabil dan tumbuh sesuai dengan target. Semoga upaya ini dapat membuahkan hasil yang positif dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.