Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menunjukkan penguatan pada Rabu, 4 Juni 2025. Penutupan perdagangan hari ini mencatat penguatan 14 poin, membalikkan pelemahan 10 poin sebelumnya dan berada di level 16.294, dibandingkan penutupan sebelumnya di 16.308.
Penguatan rupiah ini menarik perhatian para analis pasar. Berbagai faktor global dan domestik berperan dalam pergerakan mata uang Garuda hari ini.
Rupiah Menguat, Dolar AS Melemah
Pelemahan dolar AS menjadi faktor utama penguatan rupiah. Hal ini dipicu oleh keraguan para pedagang terhadap dampak ekonomi kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump.
Keputusan menaikkan tarif impor baja dan aluminium menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian global. Hal ini membuat dolar AS cenderung melemah.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, memprediksi pergerakan rupiah besok akan fluktuatif. Namun, ia memperkirakan penutupan perdagangan besok akan berada di kisaran Rp16.250 – Rp16.300.
Data penggajian nonpertanian AS yang akan dirilis Jumat mendatang, diharapkan akan memberikan gambaran lebih jelas tentang kondisi ekonomi AS. Data ini akan mempengaruhi pergerakan dolar AS ke depannya.
Potensi Dialog AS-Tiongkok Menimbulkan Harapan
Munculnya kabar mengenai potensi dialog telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping memberikan sentimen positif bagi pasar.
Kabar ini memicu harapan akan peningkatan negosiasi perdagangan AS-Tiongkok. Negosiasi yang sebelumnya sempat terhenti beberapa minggu terakhir, kini kembali menunjukkan secercah harapan.
Pasar menantikan kesepakatan perdagangan yang lebih permanen. Meskipun Washington dan Beijing telah sepakat untuk menurunkan tarif perdagangan sementara pada bulan Mei, kepastian masih dibutuhkan.
Faktor Domestik dan Global Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Pemangkasan sebesar 0,2% dari 4,9% menjadi 4,7% merupakan yang kedua kalinya tahun ini.
Pelemahan sentimen bisnis dan konsumen, di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal dan tingginya biaya pinjaman, diprediksi akan membebani konsumsi dan investasi swasta pada paruh pertama 2025.
OECD memperkirakan pertumbuhan PDB riil Indonesia akan melambat menjadi 4,7% pada 2025, sebelum sedikit meningkat menjadi 4,8% pada 2026. Kondisi keuangan yang membaik dan inflasi yang terkendali diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Permintaan domestik diperkirakan akan meningkat secara bertahap pada paruh kedua 2025 dan 2026. Namun, peningkatan ketegangan perdagangan global dan penurunan harga komoditas diperkirakan akan membebani permintaan eksternal dan pendapatan ekspor.
Resiko pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih rendah dari harapan pemerintah tetap ada. Arus keluar modal yang berkelanjutan akibat ketidakpastian kebijakan global dan domestik dapat menekan mata uang rupiah.
Tekanan tersebut berpotensi menyebabkan pelebaran defisit transaksi berjalan dan memicu inflasi melalui peningkatan biaya impor. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan ini secara cermat.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah hari ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik global maupun domestik. Ketidakpastian ekonomi global tetap menjadi tantangan, sementara potensi pemulihan ekonomi domestik tetap menjadi harapan. Perkembangan selanjutnya perlu dipantau untuk melihat pergerakan nilai tukar rupiah di masa mendatang.