Pameran 25 robot dalam Upacara HUT Bhayangkara ke-79 di Monas, Jakarta, pada 1 Juli 2025, menuai beragam reaksi. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pameran tersebut kurang urgen dan lebih sebagai upaya kepolisian untuk mengikuti tren terkini, menghindari kesan ketinggalan zaman—fenomena yang dikenal sebagai FOMO (Fear Of Missing Out). Pertanyaan besar pun muncul: seberapa penting sebenarnya peran robot dalam penegakan hukum di Indonesia saat ini?
Anggapan tersebut bukanlah tanpa dasar. Banyak pihak mempertanyakan efektifitas dan urgensi pengadaan robot-robot tersebut di tengah masih banyaknya permasalahan mendasar di kepolisian yang perlu segera ditangani. Alokasi sumber daya yang lebih terfokus pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas kepolisian dianggap jauh lebih penting dan mendesak.
Kontroversi Pameran Robot Polisi: Lebih Gaya daripada Substansi?
Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, menyatakan keprihatinannya atas pameran tersebut. Menurutnya, investasi pada teknologi yang mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kepolisian jauh lebih krusial daripada pengadaan robot.
Teknologi seperti kamera pengawas dan body camera yang terpasang pada seragam polisi, misalnya, bisa menjadi solusi yang lebih efektif untuk meningkatkan pengawasan publik terhadap kinerja polisi. Hal ini sangat penting mengingat masih maraknya kasus kekerasan, pungli, dan penyimpangan prosedur dalam penegakan hukum.
Penerapan body camera seperti yang dilakukan kepolisian di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, dapat mengurangi praktik-praktik tidak profesional tersebut. Dengan bukti rekaman yang terdokumentasi, proses penegakan hukum dapat berlangsung lebih transparan dan akuntabel.
Alternatif Teknologi yang Lebih Urgen untuk Kepolisian
Arif menekankan urgensi peningkatan transparansi dan akuntabilitas kepolisian. Praktik kekerasan, penyiksaan, hingga pembunuhan di luar proses hukum masih menjadi masalah serius yang perlu ditangani secara efektif.
Penggunaan body camera dan kamera pengawas dianggap sebagai solusi teknologi yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mudah mengawasi kinerja polisi dan memastikan penegakan hukum berjalan dengan adil dan transparan.
Klarifikasi Pihak Penyedia Robot: Riset, Bukan Pengadaan
Terkait pameran robot tersebut, Direktur Utama PT Sari Teknologi, Yohanes Kurnia Widjaja, menjelaskan bahwa robot-robot yang dipamerkan bukan hasil pembelian oleh kepolisian. Perusahaan tersebut secara sukarela membentuk unit polisi robot untuk tujuan riset dan pengembangan teknologi.
Robot-robot yang dipamerkan terdiri dari berbagai jenis, termasuk 10 humanoid, 10 robot anjing (K9), 2 robot tank, 2 robot topi, dan 1 robot drone pertanian. Kerja sama dengan pihak kepolisian saat ini difokuskan pada riset dan pengembangan, bukan pada pengadaan. Setelah riset selesai, barulah akan dipertimbangkan kemungkinan kerja sama bisnis.
Tujuan dan Harapan Pengembangan Teknologi Keamanan
Yohanes menyesalkan adanya persepsi negatif dari masyarakat. Ia berharap semua pihak melihat inisiatif ini sebagai langkah besar dalam pengembangan teknologi keamanan di Indonesia. Ia menyebutnya sebagai “giant leap” atau lompatan besar.
PT Sari Teknologi menekankan komitmennya untuk berkolaborasi dengan Polri dalam riset dan pengembangan teknologi keamanan. Ke depan, diharapkan akan ada kolaborasi yang lebih luas dan terstruktur dalam pengembangan teknologi yang relevan dengan kebutuhan kepolisian.
Kesimpulannya, pameran robot dalam HUT Bhayangkara ke-79 memicu perdebatan tentang prioritas penggunaan teknologi di kepolisian. Meskipun pihak penyedia robot mengklaim tujuannya untuk riset, banyak pihak menilai alokasi sumber daya yang lebih besar untuk teknologi yang meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kepolisian jauh lebih penting dan mendesak. Diskusi ini penting untuk memastikan bahwa teknologi yang diadopsi oleh kepolisian benar-benar efektif dan bermanfaat bagi masyarakat. Harapannya, ke depannya, pemerintah dan kepolisian dapat lebih bijak dalam mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan penegakan hukum yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel.