Lebaran Idul Adha tahun ini menjadi berkah tersendiri bagi Susilo, seorang perajin kerupuk kulit di Kalurahan Sodo, Paliyan, Gunungkidul, DIY. Pasokan kulit sapi kurban yang melimpah dan harganya yang jauh lebih murah dibandingkan hari biasa, membuat produksinya meningkat drastis.
Susilo, yang berusia 35 tahun, mengatakan peningkatan produksi kerupuk kulitnya mencapai dua kali lipat. Hal ini berkat limpahan kulit sapi kurban yang didapatkannya.
Berkah Idul Adha: Lonjakan Produksi Kerupuk Kulit
Biasanya, Susilo hanya mendapatkan pasokan kulit sapi sekitar 1 hingga 5 ton dalam kondisi normal. Namun, selama Idul Adha, ia berhasil memperoleh 2 ton kulit sapi segar.
Harga kulit sapi juga jauh lebih terjangkau. Jika biasanya ia harus membayar Rp 30.000-31.000 per kilogram, saat Idul Adha ia hanya mengeluarkan Rp 10.000-13.000 per kilogram, tergantung kualitas kulit.
Kenaikan produksi ini berdampak positif bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) kerupuk kulit miliknya. Ia bersyukur atas limpahan rezeki di momen Idul Adha ini.
Proses Pengolahan Kulit Sapi Menjadi Kerupuk
Pengolahan kulit sapi harus dilakukan segera setelah diterima. Kulit sapi segar yang tidak segera dibersihkan bulunya dan disimpan dengan baik akan cepat membusuk, terutama jika cuaca sedang hujan.
Setelah bulu dibersihkan, kulit direbus, dipotong kecil-kecil, lalu dijemur hingga kering. Proses penjemuran ini bisa memakan waktu beberapa hari, tergantung kondisi cuaca.
Setelah kering, kulit kemudian digoreng dan dikemas untuk siap dipasarkan. Proses ini membutuhkan ketelitian dan waktu yang cukup lama.
Kerupuk Kulit Gunungkidul: Cita Rasa Khas dan Pasar Luas
Kerupuk kulit produksi Susilo dijual dengan harga Rp 100.000 hingga Rp 110.000 per kilogram, tergantung kualitas. Harga ini sebanding dengan kualitas dan proses pembuatannya yang cukup rumit.
Produk kerupuk kulitnya tidak hanya diminati pasar lokal DIY saja, melainkan juga telah merambah ke berbagai kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Bahkan, permintaan dari luar Pulau Jawa, seperti Lampung, Palembang, Pontianak, hingga Makassar, terus meningkat. Hal ini menunjukkan kualitas dan cita rasa kerupuk kulit Gunungkidul yang diminati banyak orang.
Kerupuk kulit biasanya digunakan sebagai campuran sayur, atau dinikmati langsung sebagai camilan. Permintaan dari luar Jawa meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Susilo memasarkan produknya melalui pengepul atau pesanan toko oleh-oleh. Ia berharap ke depannya dapat mengembangkan usahanya lebih maju lagi.
Keunggulan kerupuk rambak Gunungkidul terletak pada teksturnya yang renyah, rasa gurihnya yang khas tanpa banyak penyedap, serta kualitas bahan baku yang terjaga. Hal inilah yang membuat produknya banyak diminati konsumen.
Salah satu pembeli, Hendro, mengaku membeli kerupuk kulit untuk dibuat campuran sayur lombok khas Gunungkidul. Hal ini menunjukkan bahwa kerupuk kulit telah menjadi bagian dari kuliner daerah setempat.
Susilo berharap mendapatkan pelatihan online marketing dan bantuan kemasan modern untuk meningkatkan daya saing produknya. Ia juga membutuhkan bantuan alat pengering untuk mengatasi kendala cuaca yang tidak menentu.
Dengan peningkatan kualitas dan pemasaran, Susilo optimis kerupuk rambak Sodo dapat bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain dan terus meraih kesuksesan. Hal ini didukung oleh tingginya permintaan dan repeat order dari pelanggan luar Jawa.