Pulau Gag, surga tersembunyi di Raja Ampat, kini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas pertambangan nikel. Kekhawatiran ini diutarakan oleh Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, yang mendesak pemerintah untuk lebih berperan sebagai pelindung lingkungan dan masyarakat setempat. Analisis citra satelit Jatam menunjukkan deforestasi yang mengkhawatirkan di Pulau Gag.
Kerusakan lingkungan akibat tambang nikel di Pulau Gag telah mencapai skala yang signifikan. Luas deforestasi yang tercatat mencapai 262 hektare sejak tahun 2017 hingga 2024. Kerusakan ini tidak hanya terbatas pada hutan, tetapi juga mencakup wilayah pesisir, terumbu karang, dan pantai yang tercemar sedimentasi.
Degradasi Lingkungan dan Ancaman Pariwisata Raja Ampat
Melky Nahar dari Jatam menyoroti dampak lingkungan yang signifikan dari pertambangan nikel di Pulau Gag. Aktivitas pertambangan tersebut telah menyebabkan deforestasi seluas 262 hektare. Selain itu, sedimentasi dari aktivitas pertambangan telah merusak terumbu karang dan mencemari pantai.
Pemerintah dinilai kurang memperhatikan kaitan antara ekologi dan ekonomi berkelanjutan di Raja Ampat. Seharusnya, pemerintah lebih memprioritaskan pelestarian lingkungan yang merupakan daya tarik utama pariwisata Raja Ampat. Kehilangan keanekaragaman hayati akan berdampak buruk pada pendapatan ekonomi daerah.
Ketidakpatuhan terhadap Putusan Hukum dan Peran Pemerintah
Meskipun Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil, termasuk di Raja Ampat, pelaksanaannya masih belum optimal. Eksekusi putusan tersebut masih terbatas pada ranah administrasi perizinan.
Penghentian total aktivitas pertambangan di lapangan belum terlaksana. Jatam menilai pemerintah, baik pusat maupun daerah, justru terlihat seperti membela kepentingan korporasi ketimbang melindungi lingkungan dan masyarakat. Hal ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
Peran Pemerintah Pusat dan Daerah yang Lemah
Pemerintah pusat dinilai abai terhadap prinsip keberlanjutan dengan mengutamakan pembangunan ekonomi semata. Legitimasi diberikan kepada praktik-praktik yang merusak ekosistem Raja Ampat. Pemerintah daerah juga dianggap lalai dalam mengawasi dan melindungi lingkungan di Pulau Gag.
Keengganan pemerintah menghentikan aktivitas pertambangan tersebut mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini juga menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas pemerintah dalam melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak negatif pertambangan.
Tanggapan Pemerintah dan Perusahaan Tambang
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, telah melakukan kunjungan ke tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag. Kunjungan ini dilakukan untuk menindaklanjuti kekhawatiran publik akan dampak pertambangan terhadap pariwisata Raja Ampat.
Meskipun Direktur Jenderal Mineral dan Batubara menyatakan tidak ada masalah di wilayah tambang, inspeksi lebih lanjut tetap dilakukan oleh tim Inspektur Tambang. Hasil inspeksi ini akan digunakan untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM.
Direktur Pengembangan Usaha PT Aneka Tambang (Antam), I Dewa Wirantaya, menegaskan bahwa PT Gag Nikel sebagai anak perusahaan Antam berkomitmen menjalankan kaidah pertambangan yang baik. Perusahaan mengklaim telah menaati prosedur teknis, lingkungan, dan peraturan yang berlaku. Antam juga berharap kehadirannya di Pulau Gag memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Terdapat lima perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat. Selain PT Gag Nikel, terdapat PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham. Pemantauan dan pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk memastikan semua perusahaan menjalankan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Permasalahan pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, menunjukkan perlunya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Penegakan hukum yang tegas dan pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut dan memastikan keberlanjutan pariwisata Raja Ampat. Transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah dan perusahaan tambang sangat penting untuk membangun kepercayaan publik. Harapannya, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia agar lebih berkelanjutan.