Konsumsi produk tembakau di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Berbagai bentuk produk, mulai dari rokok konvensional hingga rokok elektronik, semakin mudah diakses dan dikonsumsi oleh masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja.
Data terbaru menunjukkan peningkatan prevalensi perokok, mengungkapkan urgensi penanganan masalah ini secara komprehensif. Pergeseran tren konsumsi ini memerlukan pemahaman yang mendalam agar dapat ditemukan solusi efektif.
Tren Peningkatan Konsumsi Tembakau di Indonesia
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas sebesar 29,7 persen, naik dari 28,9 persen pada 2018 (Riskesdas 2018).
Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Penting untuk dicatat bahwa peningkatan ini juga terjadi di kalangan anak-anak dan remaja.
SKI 2023 juga melaporkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun mencapai 7,4 persen, atau sekitar 5,9 juta anak Indonesia aktif merokok.
Lebih mengkhawatirkan lagi, umur pertama kali merokok pada kelompok usia 15-19 tahun meningkat dari 48,2 persen pada 2018 menjadi 50,9 persen pada 2023.
Ini menunjukkan kecenderungan semakin mudanya usia perokok di Indonesia. Perlu upaya serius untuk mencegah anak-anak dan remaja terjerat dalam kebiasaan merokok.
Bahaya Rokok Elektronik: Persepsi vs Realitas
Penggunaan rokok elektronik juga mengalami peningkatan, dari 2,8 persen pada 2018 menjadi 3,2 persen pada 2023 (kelompok usia 10 tahun ke atas).
Peningkatan ini paling signifikan pada kelompok usia 10-18 tahun, mencapai 8,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rokok elektronik telah menjadi tren di kalangan anak muda.
Banyak anak muda yang menganggap rokok elektronik sebagai alternatif yang lebih aman untuk berhenti merokok konvensional.
Namun, kenyataannya, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa rokok elektronik memiliki dampak kesehatan yang sama bahayanya dengan rokok konvensional.
Bahkan, penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) tahun 2020 menunjukkan risiko penyakit yang lebih tinggi pada pengguna rokok elektronik, terutama bagi pengguna ganda (rokok konvensional dan elektronik).
Strategi Industri Rokok dan Dampaknya
Persepsi bahwa rokok elektronik tidak berbahaya merupakan hasil manipulasi industri rokok melalui iklan dan promosi yang menarik.
Industri rokok mengetahui bahwa anak-anak dan remaja rentan terhadap pengaruh iklan dan kemasan yang menarik. Kemasan yang cantik dan aneka rasa menjadi daya tarik tersendiri.
Strategi ini sangat efektif dalam menarik minat anak-anak dan remaja untuk mencoba, bahkan kecanduan, produk tembakau.
Akibatnya, semakin banyak anak muda yang terjerat dalam lingkaran setan kecanduan rokok, baik konvensional maupun elektronik.
Hal ini membutuhkan intervensi yang lebih kuat dari pemerintah dan masyarakat untuk melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh buruk industri rokok.
Kesimpulannya, peningkatan konsumsi tembakau di Indonesia, terutama di kalangan anak muda, merupakan masalah serius yang membutuhkan penanganan segera. Strategi industri rokok yang licik, memanfaatkan kemasan menarik dan aneka rasa, harus diimbangi dengan upaya edukasi dan regulasi yang lebih efektif untuk melindungi generasi muda dari bahaya rokok.
Perlu kolaborasi pemerintah, organisasi kesehatan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat dan bebas asap rokok, sekaligus membongkar mitos tentang keamanan rokok elektronik.