Tawa riang seorang balita menyimpan dinamika rumit antara orangtua dan kakek-nenek. Pengasuhan anak usia dini tak hanya soal makan, mandi, atau menidurkan. Lebih dari itu, melibatkan perbedaan nilai, kebiasaan, dan visi masa depan.
Perbedaan pendekatan pengasuhan seringkali memicu konflik. Artikel ini akan membahas dua kisah nyata dan solusi untuk menciptakan sinergi positif antara generasi.
Dua Generasi, Satu Tujuan: Mengasuh Anak
Kisah pertama menggambarkan anak tiga tahun yang diasuh kakek-nenek saat orangtuanya bekerja. Rutinitas harian lancar, namun akhir pekan menjadi arena tarik menarik pengaruh.
Anak menolak makanan sehat, lebih memilih jajanan instan. Waktu menonton dan tidur siang pun menjadi pertarungan. Orangtua merasa kehilangan kendali, anak kebingungan.
Kisah kedua melibatkan pasangan muda tinggal serumah dengan orangtua. Ibu yang menerapkan ilmu *parenting* modern sering berselisih dengan cara pengasuhan orangtuanya.
Perbedaan sekecil apapun, dari cara menegur hingga kebiasaan makan, dapat memicu perdebatan. Luka emosional pun tercipta.
Kedua kisah ini menggarisbawahi peran penting *grandparenting* dalam pengasuhan anak di Indonesia. Situasi ini tak lepas dari tantangan ekonomi, keterbatasan waktu, dan tuntutan pekerjaan.
Pertanyaannya: bisakah *grandparenting* menjadi sinergi atau justru seteru?
Menyatukan Dua Dunia di Bawah Satu Atap
Widodo Suhartoyo, anggota ECED Council, menekankan pentingnya konsistensi dalam pola asuh anak.
Anak membutuhkan pola asuh stabil untuk tumbuh kembang yang sehat. Keterlibatan kakek-nenek bukan hanya romantika cinta tanpa syarat.
Lebih dari itu, membangun sistem dukungan antargenerasi yang sehat, seimbang, dan saling menghormati sangatlah krusial.
Walau gesekan antar generasi dalam mengasuh anak lumrah, pengelolaan yang buruk bisa memicu konflik yang membahayakan kesejahteraan psikologis anak.
Penelitian Chen dan Liu (2012) di China menunjukkan keterlibatan aktif kakek-nenek, terutama pengasuhan ringan, berkontribusi pada stabilitas dan kedekatan keluarga.
Studi Dhio dan Fono (2021) di Indonesia juga menunjukkan dampak positif pengasuhan kakek-nenek pada anak usia 4-6 tahun.
Pengasuhan kakek-nenek bisa menjadi sumber kekuatan keluarga, tetapi harus demokratis, otoritatif, terarah, penuh kasih sayang, dan dikelola secara inklusif.
Ketika Kasih Sayang Bertemu Tantangan
Praktik *grandparenting* tak selalu mulus. Konflik antar generasi dapat muncul karena beberapa faktor.
- Perbedaan gaya pengasuhan. Orangtua muda mungkin menggunakan pendekatan modern, sementara kakek-nenek cenderung pada pola asuh tradisional.
- Konflik nilai. Disiplin, penggunaan gawai, atau pilihan makanan bisa menjadi sumber ketegangan. Anak menerima pesan kontradiktif.
- Ketidakseimbangan peran. Kakek-nenek bisa merasa kurang dilibatkan atau terlalu dibebani. Kelelahan fisik dan emosional pun muncul.
- Perasaan bersalah. Orangtua merasa bersalah bergantung pada orangtua mereka, sementara kakek-nenek merasa tak enak hati menolak bantuan.
Kerja sama dan komunikasi yang baik sangat penting untuk mengatasi tantangan ini.
Merajut Sinergi dalam Pengasuhan
Agar pengasuhan lintas generasi menjadi kekuatan, Widodo menyarankan lima strategi.
- Sepakati aturan bersama. Buat kesepakatan jelas tentang waktu tidur, penggunaan gawai, makanan, dan disiplin. Ini menghindari kebingungan anak dan konflik.
- Komunikasi terbuka. Berbagi pikiran tentang perkembangan anak dan cara terbaik mendukung tumbuh kembangnya.
- Manfaatkan media komunikasi. Obrolan santai atau grup WhatsApp keluarga bisa menjadi ruang diskusi yang sehat.
- Pembagian peran yang jelas. Kakek-nenek sebagai pendamping emosional dan sumber kebijaksanaan, orangtua sebagai pengambil keputusan utama.
- Tumbuh bersama. Ajak kakek-nenek mengenal pendekatan *parenting* modern. Orangtua perlu bijak dan rendah hati saat berbagi informasi.
- Aktivitas bermakna bersama. Stimulasi perkembangan anak melalui kegiatan seperti mendongeng, bermain tradisional, atau berkebun.
Dalam semangat Hari Keluarga Nasional, apresiasi peran kakek dan nenek sangat penting. Mereka tak hanya membesarkan generasi sekarang, tetapi juga generasi berikutnya.
Rumah bukan sekadar tempat tinggal, tetapi tempat semua generasi tumbuh bersama. Dengan strategi pengasuhan yang inklusif dan adaptif, kita menciptakan keluarga harmonis dan mewariskan nilai-nilai positif.