Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyampaikan penolakannya terhadap penerapan sistem ekonomi sosialis maupun kapitalis murni di Indonesia. Ia melihat kelemahan inheren pada kedua sistem tersebut yang berpotensi merugikan rakyat Indonesia. Sebagai alternatif, Prabowo mengusung pendekatan yang lebih seimbang dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat.
Pidato yang disampaikan di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, mengungkapkan visi ekonomi Prabowo yang mencari jalan tengah antara dua sistem ekonomi tersebut. Pendekatan ini didasarkan pada pemahaman yang mendalam akan kekurangan masing-masing sistem.
Menolak Sistem Ekstrim, Memilih Jalan Tengah
Prabowo secara tegas menyatakan bahwa sosialisme murni telah terbukti gagal dalam banyak kasus. Sistem ini, menurutnya, seringkali menyebabkan rendahnya produktivitas karena kurangnya insentif kerja. Di sisi lain, kapitalisme murni, meskipun mendorong inovasi, justru menciptakan ketimpangan ekonomi yang sangat besar.
Ia menekankan bahwa Indonesia membutuhkan sistem ekonomi yang dapat memadukan sisi positif dari kedua sistem tersebut. Inovasi dan efisiensi yang menjadi ciri kapitalisme tetap perlu diadopsi. Namun, pemerintah harus berperan aktif dalam mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.
Peran Aktif Pemerintah dalam Mengatasi Kesenjangan
Intervensi pemerintah, menurut Prabowo, sangat krusial dalam mengatasi permasalahan sosial ekonomi. Pemerintah harus aktif dalam upaya pengentasan kemiskinan, penanggulangan kelaparan, dan perlindungan terhadap kelompok rentan di masyarakat.
Namun, intervensi pemerintah harus dijalankan dengan bijak dan transparan. Prabowo menyoroti bahaya kolusi antara pemodal besar, pejabat pemerintah, dan elite politik yang dapat menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan perluasan kelas menengah. Sistem pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi menjadi kunci keberhasilan.
Filosofi Ekonomi yang Sesuai Konteks Indonesia
Prabowo menekankan pentingnya mengembangkan filosofi ekonomi yang sesuai dengan karakter dan budaya Indonesia. Ia menyarankan agar Indonesia tidak hanya meniru model ekonomi negara lain, tetapi membangun model yang sesuai dengan konteks lokal.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai angka yang signifikan, Prabowo mengingatkan bahwa ketimpangan ekonomi masih menjadi masalah utama. Distribusi kekayaan yang tidak merata, dengan sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang, merupakan indikasi bahwa model ekonomi yang ada perlu dievaluasi dan disesuaikan.
Mengutamakan Kesejahteraan Rakyat
Pemerintah, menurut Prabowo, harus senantiasa mengutamakan kesejahteraan rakyat. Hal ini berarti kebijakan ekonomi harus dirancang dan diimplementasikan dengan tujuan untuk membawa manfaat bagi sebanyak mungkin orang. Kebersihan dan transparansi pemerintahan juga mutlak diperlukan untuk memastikan keberhasilan kebijakan tersebut.
Penerapan prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Indonesia perlu menemukan model ekonomi sendiri yang mampu memadukan inovasi dan efisiensi dengan keadilan sosial. Hal ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.
Sebagai penutup, visi ekonomi Prabowo Subianto yang menekankan pada jalan tengah antara sosialisme dan kapitalisme, serta penekanan pada peran aktif pemerintah dan keadilan sosial, menawarkan perspektif yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Pendekatan yang fokus pada konteks Indonesia dan kesejahteraan rakyat ini dapat menjadi pijakan bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.