Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya setiap negara merancang filosofi ekonomi yang sesuai dengan latar belakang dan budayanya sendiri. Ia menyoroti bahwa keberhasilan ekonomi bukan sekadar meniru model negara lain, melainkan membangun sistem yang selaras dengan konteks lokal. Hal ini disampaikannya dalam pidato di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil selama tujuh tahun terakhir menjadi contoh yang menarik. Namun, Prabowo mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum berdampak pada pemerataan kesejahteraan. Ketimpangan ekonomi masih menjadi tantangan besar yang harus diatasi.
Model Ekonomi yang Sesuai Budaya Lokal
Prabowo mengkritik pendekatan ekonomi yang cenderung meniru model negara maju, khususnya sistem kapitalisme neoliberal. Ia berpendapat bahwa penerapan sistem ini di Indonesia belum mampu menciptakan keadilan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat. Tujuh tahun pertumbuhan ekonomi secara total 35 persen, namun hasilnya belum merata.
Kekayaan masih terkonsentrasi di tangan segelintir orang kaya, kurang dari 1 persen populasi. Hal ini, menurut Prabowo, menunjukkan kegagalan pendekatan ekonomi yang hanya fokus pada pertumbuhan tanpa memperhatikan pemerataan.
Pengalaman Negara-negara Asia Tenggara
Banyak negara Asia Tenggara, menurut Prabowo, mengalami kegagalan karena terlalu mengikuti kekuatan ekonomi global dan menganut sistem ekonomi dominan seperti kapitalisme neoliberal. Selama tiga dekade terakhir, pendekatan laissez-faire terbukti kurang efektif dalam menciptakan kesejahteraan yang merata.
Elit Indonesia, lanjut Prabowo, turut mengikuti filosofi ini. Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin melebar dan belum berhasil menciptakan keadaan yang setara bagi seluruh rakyat.
Pidato di SPIEF 2025
Prabowo menyampaikan pidato di sesi pleno SPIEF 2025 di St. Petersburg, Rusia. Ia menjadi kepala negara kedua yang berpidato setelah Presiden Rusia Vladimir Putin.
Forum ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting dunia, termasuk Wakil Presiden Afrika Selatan Paul Mashatile, Wakil Perdana Menteri China Ding Xuexiang, dan Penasihat Keamanan Nasional Bahrain Nasser bin Hamad Al Khalifa. Kesempatan ini dimanfaatkan Prabowo untuk menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya filosofi ekonomi yang sesuai dengan konteks masing-masing negara.
Kesimpulan: Mengutamakan Keadilan Ekonomi
Pidato Prabowo di SPIEF 2025 mengarahkan perhatian dunia pada pentingnya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa keberhasilan ekonomi tidak hanya diukur dari angka pertumbuhan, tetapi juga dari pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Model ekonomi yang diadopsi harus sesuai dengan budaya dan konteks lokal masing-masing negara. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi para pembuat kebijakan di seluruh dunia, khususnya negara-negara berkembang yang masih berjuang untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Pentingnya mengedepankan filosofi ekonomi lokal, bukan sekadar meniru model negara lain, menjadi pesan utama yang disampaikan oleh Presiden Prabowo.