Perdebatan seputar pemberian pekerjaan rumah (PR) bagi siswa kembali mencuat. Baru-baru ini, Gubernur Jawa Barat menghapuskan PR bagi siswa di wilayahnya. Namun, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) memiliki pandangan berbeda.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti berpendapat bahwa pemberian tugas kepada siswa tetap relevan. Ia menekankan pentingnya penugasan di luar jam sekolah untuk melengkapi proses belajar mengajar.
Mendikdasmen: PR Tetap Relevan, Tapi Bukan Soal-Soal Biasa
Menurut Mendikdasmen, tugas yang diberikan kepada siswa tidak harus berupa soal-soal yang rumit dan menghabiskan waktu.
Bentuk penugasan bisa lebih beragam dan berfokus pada pengembangan kemampuan siswa. Misalnya, kegiatan literasi seperti membaca buku dan menulis.
Mu’ti menjelaskan, siswa dapat ditugaskan untuk merangkum isi bacaan atau menuliskannya kembali dengan bahasa mereka sendiri. Hal ini penting untuk meningkatkan kemampuan ekspresi dan literasi siswa.
Ia menambahkan, anak-anak saat ini kurang memiliki ruang untuk mengekspresikan pengalaman mereka. Kegiatan literasi dapat menjadi solusi untuk memperkuat tradisi lisan dan tulis sejak dini.
Penugasan membaca yang sederhana, tetapi konsisten, dapat membangun kemampuan literasi siswa secara efektif. Ini lebih penting daripada sekadar menyelesaikan soal-soal matematika atau pelajaran lainnya.
Gubernur Jawa Barat Hapus PR: Orangtua yang Mengerjakan
Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran yang menghapuskan PR bagi siswa di Jawa Barat.
Surat Edaran nomor 81 tentang Optimalisasi Pembelajaran di Lingkungan Satuan Pendidikan menjelaskan bahwa semua aktivitas pembelajaran, termasuk tugas, harus diselesaikan di sekolah.
Alasan utama penghapusan PR adalah karena tugas tersebut sering kali dikerjakan oleh orangtua siswa, bukan siswa itu sendiri.
Dengan demikian, pemberian PR dinilai tidak efektif karena tidak mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa.
Selain itu, Gubernur Dedi Mulyadi berharap dengan penghapusan PR, anak-anak dapat lebih rileks di rumah dan membantu orangtua.
Anak-anak dapat berkontribusi dalam pekerjaan rumah tangga dan melakukan kegiatan bermanfaat lainnya. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban orangtua dan meningkatkan kemandirian anak.
Perbedaan Pandangan dan Tantangan Implementasi
Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pandangan Mendikdasmen dan Gubernur Jawa Barat terkait PR.
Mendikdasmen menekankan pentingnya penugasan sebagai bagian dari proses belajar, namun dengan pendekatan yang lebih holistik dan berfokus pada pengembangan kemampuan siswa.
Sementara Gubernur Jawa Barat menghapuskan PR karena dianggap tidak efektif dan membebani orangtua.
Implementasi kebijakan terkait PR ini tentu akan menghadapi berbagai tantangan. Perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah perlu dimediasi agar tercipta keseragaman dan efektivitas pembelajaran.
Sekolah juga perlu beradaptasi dengan kebijakan yang berlaku di daerah masing-masing. Kreativitas guru dalam merancang tugas yang menarik dan bermanfaat sangat penting.
Yang terpenting adalah memastikan bahwa tugas yang diberikan benar-benar mendukung perkembangan holistik siswa, bukan sekadar menambah beban belajar mereka.
Diperlukan komunikasi yang intensif antara pemerintah, sekolah, guru, orangtua, dan siswa agar kebijakan terkait PR dapat diimplementasikan dengan baik dan memberikan manfaat optimal bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Pada akhirnya, tujuan utama pendidikan adalah untuk membentuk generasi yang cerdas, kreatif, dan memiliki karakter yang baik. Pemberian tugas, baik berupa PR maupun bentuk lainnya, harus mendukung pencapaian tujuan tersebut.