Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait perubahan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.00 WIB dan penerapan sistem lima hari sekolah (Senin-Jumat) telah menimbulkan kontroversi. Rencana ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan mendapat tanggapan dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen).
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menekankan pentingnya pemerintah daerah untuk selalu merujuk pada kebijakan kementerian terkait sebelum memberlakukan kebijakan baru. Hal ini penting untuk menjaga konsistensi dan efektivitas sistem pendidikan nasional.
Polemik Jam Masuk Sekolah Pukul 06.00 WIB
Gagasan Dedi Mulyadi untuk mengubah jam masuk sekolah menjadi pukul 06.00 WIB dan menerapkan sistem lima hari sekolah bertujuan untuk menumbuhkan kedisiplinan siswa. Namun, banyak pihak mempertanyakan kelayakan dan dampaknya bagi siswa dan guru.
Perubahan ini juga memicu perdebatan mengenai kesesuaiannya dengan kondisi di lapangan, termasuk ketersediaan sarana dan prasarana, serta kesiapan guru dan siswa.
Penjelasan Dedi Mulyadi dan Aturan yang Berlaku
Menanggapi kritik yang muncul, Dedi Mulyadi memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa jam masuk sekolah akan diubah menjadi pukul 06.30 WIB, bukan 06.00 WIB, mulai tahun ajaran baru 2025/2026.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) mengatur tentang jam masuk sekolah. Pasal 9 Perpres tersebut memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk menentukan jumlah hari sekolah dalam seminggu.
Penjelasan Pasal 9 Perpres 87/2017
Pasal 9 ayat (1) Perpres 87/2017 menyatakan bahwa penyelenggaraan PPK bisa dilakukan selama enam atau lima hari sekolah dalam seminggu.
Ayat (2) memberikan kewenangan kepada satuan pendidikan dan Komite Sekolah untuk menentukan jumlah hari sekolah dan melaporkannya kepada pemerintah daerah.
Ayat (3) menjelaskan beberapa pertimbangan dalam menetapkan sistem lima hari sekolah, meliputi kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, kearifan lokal, dan pendapat tokoh masyarakat/agama.
Klarifikasi dan Rencana Penghapusan Pekerjaan Rumah
Dalam klarifikasinya, Dedi Mulyadi menjelaskan rencana untuk menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi siswa Jawa Barat. Ini untuk memastikan anak-anak memiliki waktu istirahat yang cukup.
Dengan jadwal sekolah yang lebih awal, diharapkan siswa memiliki lebih banyak waktu luang untuk kegiatan positif di luar sekolah seperti les dan kegiatan keluarga.
Ia juga menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah untuk membentuk karakter anak yang sehat, berbudi pekerti, berintegritas, berpengetahuan, dan cekatan. Pro dan kontra dianggapnya sebagai hal biasa dalam dinamika demokrasi.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan dan keseimbangan antara kegiatan belajar dan waktu luang siswa. Namun, penting untuk terus memantau dan mengevaluasi dampaknya di lapangan untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program ini.
Semoga dengan penyesuaian waktu dan penghapusan PR, siswa di Jawa Barat dapat lebih fokus belajar dan mengembangkan potensi mereka secara optimal. Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada kerja sama semua pihak, termasuk sekolah, orangtua, dan pemerintah daerah.