Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat. Di tengah situasi geopolitik yang memanas ini, muncul laporan mengejutkan terkait kapal induk Amerika Serikat, USS Nimitz (CVN-68).
Kapal induk tersebut dilaporkan mematikan sistem pelacakan posisinya, Automatic Identification System (AIS), saat melintasi perairan Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang tujuan dan misi sebenarnya USS Nimitz.
USS Nimitz Matikan Sistem Pelacakan di Perairan Indonesia
Konfirmasi datang dari Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama Tunggul. Ia membenarkan deteksi USS Nimitz di wilayah Indonesia, mulai dari Laut Natuna Utara hingga Selat Malaka.
Meskipun USS Nimitz mematikan sinyal AIS-nya, TNI AL tetap memperlakukan pelayaran kapal tersebut sebagai hak lintas damai. Syaratnya, kapal tersebut tidak boleh mengancam kedaulatan negara.
Hak lintas damai ini berlaku untuk semua kapal, asalkan tidak menimbulkan ancaman. TNI AL tetap menjalankan kewajibannya dalam memantau lalu lintas laut di wilayah Indonesia.
Jejak Pergerakan dan Dugaan Tujuan USS Nimitz
Data Marine Vessel Traffic menunjukkan sinyal terakhir USS Nimitz tercatat pada 17 Juni 2025 pukul 09.03 WIB. Saat itu, kapal berada di perairan antara Malaysia dan Indonesia, bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 19 knot.
Setelahnya, posisi kapal tidak lagi terpantau publik. Arah pelayaran memicu spekulasi bahwa USS Nimitz menuju Teluk Persia.
Seorang pejabat pertahanan AS bahkan menyatakan Menteri Pertahanan Pete Hegseth telah menginstruksikan pengalihan grup tempur kapal induk tersebut ke wilayah Komando Pusat AS. Hal ini semakin memperkuat dugaan tersebut.
Analisis Pakar dan Tanggapan TNI AL
Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai kehadiran USS Nimitz di jalur strategis seperti Selat Malaka bukan hal yang luar biasa.
Ia menyebut pemadaman AIS menjadi sorotan utama. AIS memang wajib untuk kapal komersial, namun tidak bagi kapal militer.
Pemadaman AIS sering dilakukan untuk alasan keamanan operasional. Ini bisa menjadi indikasi misi khusus atau protokol militer standar untuk menghindari pelacakan.
Khairul menegaskan, TNI AL telah bertindak sesuai prosedur. Pemantauan dilakukan dari Laut Natuna hingga perairan Aceh, meski USS Nimitz mematikan AIS-nya.
Sistem pengawasan maritim Indonesia dinilai bekerja efektif. Tidak ada indikasi pelanggaran kedaulatan atau ancaman. Indonesia tetap harus waspada dan memperkuat sistem pemantauan.
Sikap TNI AL mencerminkan prinsip Indonesia sebagai negara yang bebas dan aktif dalam menjaga kedaulatannya.
Kejadian ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan navigasi dan keamanan maritim. Peristiwa USS Nimitz yang mematikan sistem pelacakannya mengingatkan kita akan kompleksitas dinamika geopolitik dan perlunya kewaspadaan serta peningkatan kemampuan pengawasan maritim Indonesia.