Rencana penambahan jam perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dipertanyakan efektifitasnya oleh para ahli. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menekankan bahwa peningkatan volume transaksi di pasar modal lebih bergantung pada likuiditas, bukan pada lamanya waktu perdagangan.
Minimnya likuiditas, menurut Liza, menjadi hambatan utama bagi peningkatan transaksi. Investor besar, seperti manajer dana, cenderung lebih tertarik berinvestasi di pasar yang memiliki likuiditas tinggi. Meningkatkan durasi perdagangan saja tidak akan secara otomatis menarik minat investor.
Likuiditas, Kunci Utama Pasar Modal yang Menarik
Liza menegaskan bahwa likuiditas merupakan faktor kunci agar pasar modal Indonesia menarik bagi investor institusi, tidak hanya investor ritel. Pasar yang terlalu sensitif terhadap pergerakan harga saham juga menjadi masalah.
Kejadian seperti penangguhan perdagangan saham (suspend) dan penerapan notasi khusus seperti FCA (Financial Conduct Authority), kerap kali membuat investor asing enggan berinvestasi di Indonesia. Kasus PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi contoh nyata.
Regulasi Ketat dan Kasus BREN: Hambatan Likuiditas
Kasus BREN, yang batal masuk indeks global FTSE Russell dan MSCI, menunjukkan dampak negatif dari regulasi pengawasan pasar yang terlalu ketat. Hal ini berpotensi membatasi aliran dana asing ke Indonesia.
Menurut analis, kebijakan pengawasan yang berlebihan justru kontraproduktif bagi penguatan likuiditas dan kepercayaan pasar. Kebijakan ini dinilai menghambat pertumbuhan pasar modal dan mengurangi daya tarik bagi investor asing.
Kegagalan BREN masuk indeks global menyebabkan berkurangnya peluang investasi asing di Indonesia. Ini menjadi salah satu hambatan utama peningkatan likuiditas pasar modal.
Stimulus dan Kajian Ulang Regulasi: Solusi Peningkatan Likuiditas
Liza menyarankan agar regulasi seperti freeze trading (suspend) dan notasi khusus seperti FCA dikaji ulang. Regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat pertumbuhan pasar.
Sebagai perbandingan, China menerapkan strategi stimulus agresif untuk meningkatkan likuiditas pasar modalnya. Mereka bahkan memberikan pinjaman untuk buyback saham.
Selain itu, Liza juga mempertanyakan efektivitas rencana Danantara sebagai penyedia likuiditas. Regulator disarankan untuk lebih fokus pada kebijakan yang mendukung likuiditas, bukan hanya memperpanjang jam perdagangan.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang mengkaji penyesuaian jam perdagangan untuk menjangkau seluruh segmen investor di Indonesia. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyatakan kajian ini bertujuan untuk melayani investor dengan lebih baik, baik investor asing maupun ritel di seluruh wilayah Indonesia.
Penyesuaian jam perdagangan merupakan salah satu kajian yang dilakukan BEI. BEI juga tengah mempelajari jam operasional bursa di kawasan Asia untuk mempertahankan keunggulan kompetitif.
Saat ini, jam perdagangan BEI sesi pertama Senin-Kamis pukul 09.00-12.00 WIB, dan Jumat pukul 09.00-11.30 WIB. Sesi kedua Senin-Kamis pukul 13.30-15.49.59 WIB, dan Jumat pukul 14.00-15.49.59 WIB.
Kesimpulannya, peningkatan likuiditas, bukan perpanjangan jam perdagangan, merupakan kunci utama untuk mendongkrak volume transaksi di pasar modal Indonesia. Kajian ulang regulasi yang ketat dan penerapan kebijakan stimulus yang tepat menjadi langkah penting yang perlu segera dilakukan untuk menarik investor dan memperkuat pasar modal.