Transaksi keuangan digital semakin diminati masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari tren penurunan penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang signifikan. Meskipun nilai transaksi ATM masih tinggi, frekuensi penggunaannya terus menurun, menandakan pergeseran preferensi masyarakat ke layanan non-tunai.
Data Bank Indonesia menunjukkan penurunan volume transaksi ATM sebesar 1 persen secara tahunan (year on year/YoY) pada tahun 2025, menjadi 614 juta transaksi. Namun, nilai transaksi justru meningkat 10 persen (YoY) mencapai Rp 721 triliun, dengan jumlah kartu ATM yang beredar naik 6,6 persen menjadi 322 juta unit.
Tren Penurunan Transaksi ATM di Indonesia
Penurunan frekuensi transaksi ATM tidak hanya terjadi secara nasional, tetapi juga dialami oleh beberapa bank besar di Indonesia. Hal ini menunjukkan tren yang jelas menuju digitalisasi layanan perbankan.
PT Bank Tabungan Negara (BTN) misalnya, mencatat pertumbuhan transaksi ATM hanya 3 persen (YoY) hingga April 2025. Nilai transaksinya bahkan cenderung stagnan. Sebaliknya, aplikasi super app Bale by BTN mengalami lonjakan transaksi hingga 160 persen (YoY) pada periode yang sama.
Strategi Bank dalam Menghadapi Pergeseran Tren
BTN mengakui pergeseran tren perilaku nasabah ke layanan digital. Mereka menyatakan bahwa transaksi dengan nominal besar semakin banyak dilakukan melalui mobile banking dan debit online.
Meskipun demikian, BTN tetap mempertahankan keberadaan ATM, terutama di daerah dengan keterbatasan akses digital. Sebagai upaya efisiensi dan modernisasi, BTN tengah mengkonversi mesin ATM konvensional menjadi cash recycling machine (CRM). Hingga April 2025, BTN telah mengoperasikan sekitar 2.000 unit gabungan ATM dan CRM.
Integrasi jaringan ATM Link dengan bank-bank BUMN lain juga dilakukan untuk memperluas akses layanan. Total mesin ATM yang tergabung dalam jaringan ATM Link mencapai lebih dari 46.000 unit.
Bank Mandiri juga mengalami penurunan frekuensi transaksi ATM sebesar 6,95 persen (YoY) pada kuartal I 2025. Kontribusi transaksi ATM terhadap total transaksi digital Bank Mandiri hanya 13,8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan platform Livin’ by Mandiri yang mencapai 61,6 persen.
Bank Mandiri juga tengah bertransformasi digital dengan mengkonversi ATM konvensional menjadi CRM. Dari total sekitar 13.000 unit mesin ATM, sebanyak 72 persen telah beralih menjadi CRM.
Relevansi ATM di Era Digital
Meskipun terjadi pergeseran menuju transaksi digital, ATM tetap memiliki perannya. ATM masih menjadi solusi bagi nasabah yang belum terbiasa dengan layanan digital atau masih mengandalkan uang tunai.
Bank-bank besar tetap mempertahankan keberadaan ATM sebagai layanan tambahan bagi nasabah, khususnya di daerah dengan akses internet dan teknologi yang terbatas. ATM juga berfungsi sebagai perpanjangan tangan kantor cabang dalam melayani transaksi tunai.
Ke depannya, integrasi antara layanan digital dan ATM konvensional atau CRM akan menjadi kunci keberhasilan bank dalam memenuhi kebutuhan nasabah yang beragam. Strategi transformasi digital yang tepat akan memastikan keberlangsungan layanan perbankan yang optimal bagi semua kalangan masyarakat.
Kesimpulannya, tren penurunan penggunaan ATM menunjukkan pergeseran signifikan ke layanan digital. Namun, ATM tetap berperan penting, terutama di daerah dengan keterbatasan akses digital. Integrasi layanan digital dan ATM fisik akan menjadi kunci keberhasilan perbankan di masa depan.