Proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru menjadi sumber kerugian negara yang signifikan. Miliaran rupiah dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Tahun Anggaran 2024 untuk peningkatan jalan lingkungan dan pembangunan drainase di dua kecamatan, Lemahabang dan Losari, diduga sebagian besar fiktif. Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon telah bertindak tegas dengan menahan tujuh tersangka.
Penahanan ini menandai babak baru dalam pengungkapan kasus korupsi yang merugikan negara diperkirakan lebih dari Rp2,6 miliar. Tujuh tersangka, termasuk seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif, kini menghadapi proses hukum. Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam pelaksanaan proyek pemerintah.
Tujuh Tersangka Ditahan, Satu di Antaranya ASN Aktif
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Yudhi Kurniawan, mengumumkan penahanan tujuh tersangka pada Rabu, 28 Mei 2025. Salah satu tersangka adalah AP, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKKP) Kabupaten Cirebon, yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Keenam tersangka lainnya berasal dari pihak swasta. DT berperan sebagai pengendali pekerjaan, RWS sebagai pengendali pengawasan, OK sebagai Direktur CV. Mulya Jati, C sebagai peminjam perusahaan CV. Mulya Jati, LM sebagai Direktur CV. Wika Abadi Raya, dan T sebagai peminjam perusahaan CV. Wika Abadi Raya. Mereka semua akan dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Proyek Fiktif: Kerugian Negara Mencapai Miliaran Rupiah
Investigasi Kejaksaan mengungkapkan fakta mengejutkan. Di Kecamatan Lemahabang, dari total nilai kontrak Rp1,88 miliar, 72,49% pekerjaan tidak terlaksana.
Kondisi di Kecamatan Losari bahkan lebih parah. Dari nilai kontrak Rp1,65 miliar, sebanyak 90,57% pekerjaan tidak dikerjakan sama sekali. Kajari Yudhi Kurniawan menegaskan bahwa kerugian negara ditaksir mencapai Rp2,6 miliar. Hanya papan nama proyek yang terpasang, sementara pembangunan fisik nyaris tidak ada.
Ancaman Hukuman Berat dan Investigasi Berkelanjutan
Para tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon masih terus melakukan penyelidikan mendalam untuk menelusuri aliran dana dan kemungkinan adanya tersangka baru.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Ketegasan penegak hukum dalam menindak pelaku korupsi diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik dan mencegah terulangnya kejadian serupa. Masyarakat Cirebon menanti proses hukum yang adil dan tuntas.
Masyarakat Cirebon kini berharap kasus ini menjadi titik balik dalam tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel. Perlu ada peningkatan pengawasan yang lebih ketat dalam setiap proyek pemerintah agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Hanya dengan penegakan hukum yang tegas dan komprehensif, kepercayaan publik terhadap pemerintahan dapat dipulihkan sepenuhnya. Ketegasan Kejari Cirebon dalam menindak para pelaku korupsi ini menjadi langkah penting dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.