Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hukuman 20 tahun penjara. Zarof terbukti bersalah dalam kasus pemufakatan jahat untuk menyuap hakim agung dan menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp 1 triliun. Sidang yang berlangsung Rabu (18/6/2025) ini menandai berakhirnya proses hukum yang panjang dan menyita perhatian publik.
Vonis Lebih Ringan: Pertimbangan Usia dan Kesehatan
Majelis hakim mempertimbangkan usia Zarof Ricar yang sudah lanjut (63 tahun) dalam menentukan vonis. Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan bahwa hukuman 20 tahun penjara berpotensi menjadi hukuman seumur hidup secara de facto mengingat usia harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia mencapai 72 tahun. Pemberian hukuman maksimal dinilai tidak proporsional dari sisi kemanusiaan.
Hakim menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Kondisi fisik seseorang yang lanjut usia, termasuk kemungkinan penurunan kesehatan dan kebutuhan perawatan khusus, menjadi pertimbangan yang krusial. Aspek ini tidak boleh diabaikan dalam sistem hukum pidana.
Perbuatan Serius, Namun Tanpa Kekerasan dan Kerugian Negara Dapat Dipulihkan
Meskipun perbuatan Zarof Ricar dinilai serius, majelis hakim menilai prinsip pidana maksimal hanya berlaku dalam kondisi luar biasa, seperti adanya korban jiwa atau kekerasan langsung. Kondisi tersebut tidak ditemukan dalam kasus ini.
Lebih lanjut, majelis hakim menyebutkan kerugian negara masih dapat dipulihkan melalui proses perampasan aset. Nilai aset yang dirampas jauh melebihi kerugian negara yang diakibatkan. Oleh karena itu, meski nilai gratifikasi mencapai lebih dari Rp 1 triliun, hukuman maksimal tidak dijatuhkan.
Pemufakatan Jahat dan Penerimaan Gratifikasi
Zarof Ricar terbukti melakukan pemufakatan jahat untuk menyuap Hakim Agung Soesilo dalam perkara kasasi atas nama terdakwa pembunuhan, Ronald Tannur. Ia bermufakat dengan pengacara Lisa Rachmat dalam upaya suap tersebut.
Selain itu, Zarof juga terbukti menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp 1 triliun. Jaksa menilai ia terbukti melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk mempengaruhi putusan kasasi setelah Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan sejumlah figur penting dan berdampak signifikan pada kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Proses hukum yang panjang ini akhirnya mencapai titik akhir. Putusan hakim, meskipun lebih ringan dari tuntutan JPU, tetap memberikan hukuman yang berat bagi Zarof Ricar. Pertimbangan usia dan kesehatan menjadi faktor kunci dalam penentuan vonis, sekaligus menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam penegakan hukum. Ke depan, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi penegak hukum dan masyarakat luas dalam menjaga integritas dan kepercayaan terhadap sistem peradilan. Perampasan aset yang nilainya signifikan juga diharapkan mampu memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya.