Jepang, negara yang selama ini dikenal dengan homogenitas penduduknya, tengah bergelut dengan dampak tak terduga dari kebijakan pelonggaran imigrasi. Peningkatan pesat jumlah wisatawan asing dalam beberapa tahun terakhir telah memicu kekhawatiran akan overtourism dan perilaku turis yang tidak tertib. Hal ini bahkan menjadi isu utama dalam pemilihan nasional baru-baru ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang membentuk sebuah badan administratif khusus. Lembaga ini bertugas untuk mengurangi dampak negatif overtourism dan menangani perilaku turis asing yang melanggar aturan.
Latar Belakang: Pelonggaran Imigrasi dan Lonjakan Turis
Selama bertahun-tahun, Jepang mempertahankan populasi yang relatif homogen melalui undang-undang imigrasi yang ketat. Namun, seiring dengan menyusutnya angkatan kerja akibat populasi yang menua, pemerintah secara bertahap melonggarkan aturan tersebut.
Langkah ini berdampak signifikan. Jumlah warga negara asing di Jepang mencapai rekor sekitar 3,8 juta orang tahun lalu, meskipun angka ini masih relatif kecil, sekitar 3% dari total populasi.
Namun, lonjakan jumlah turis asing, yang mencapai rekor 36 juta pada tahun 2024, menurut angka resmi, dan diperkirakan lebih dari 36,8 juta oleh Organisasi Pariwisata Nasional Jepang, menimbulkan berbagai permasalahan.
Peningkatan ini terutama berasal dari Amerika Serikat, Eropa, Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong.
Pembentukan Badan Administratif dan Langkah-langkah yang Diambil
Anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal (LDP) Perdana Menteri Shigeru Ishiba membentuk badan administratif khusus pada bulan Juni. Tujuannya adalah untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan tertib, di tengah peningkatan jumlah warga negara asing.
Langkah-langkah yang diusulkan mencakup penerapan persyaratan yang lebih ketat bagi warga asing dalam hal perolehan SIM Jepang dan pembelian properti.
Perdana Menteri Ishiba menyatakan keprihatinannya terhadap kejahatan dan perilaku tidak tertib yang dilakukan oleh sebagian warga negara asing, serta penyalahgunaan sistem administrasi. Hal ini, menurutnya, telah menimbulkan ketidaknyamanan dan kerugian bagi masyarakat Jepang.
Dampak Politik dan Kekhawatiran Masyarakat
Kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan jumlah warga asing, baik sementara maupun permanen, berdampak pada peta politik Jepang.
Popularitas partai populis kecil Sanseito, yang mengusung agenda “Jepang Pertama,” meningkat pesat. LDP dan partai koalisi juniornya, Komeito, bahkan berpotensi kehilangan mayoritas kursi dalam pemilihan majelis tinggi pada Juli 2025.
Jajak pendapat menunjukkan adanya pergeseran opini publik yang signifikan, yang mencerminkan kompleksitas tantangan yang dihadapi Jepang dalam mengelola pariwisata dan integrasi warga asing.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah menunjukkan upaya serius untuk mengatasi masalah overtourism dan perilaku turis yang tidak tertib. Namun, keberhasilannya akan bergantung pada implementasi kebijakan yang efektif dan penerimaan masyarakat terhadap perubahan ini.
Ke depannya, Jepang perlu menyeimbangkan upaya menarik wisatawan dengan menjaga kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakatnya. Tantangan ini membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga pelaku industri pariwisata.
Pemerintah Jepang menghadapi dilema yang kompleks: mempertahankan pertumbuhan ekonomi melalui pariwisata sambil menjaga budaya dan kesejahteraan masyarakatnya. Suksesnya upaya ini akan menentukan masa depan pariwisata di Jepang.