Penghentian sementara aktivitas tambang nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 5 Juni 2025 telah memicu beragam reaksi. Keputusan ini menjadi sorotan publik, terutama terkait dampak lingkungan di kawasan konservasi yang kaya akan biodiversitas tersebut.
Berbagai pihak, mulai dari pakar maritim hingga pemerintah daerah, memberikan tanggapan atas keputusan tersebut. Ada yang mendukung penuh penghentian aktivitas penambangan, sementara yang lain menyoroti kendala regulasi dan kewenangan daerah.
1. Pakar Minta Hentikan Total Proyek Tambang di Raja Ampat
Marcellus Hakeng Jayawibawa, pengamat maritim, menyebut penghentian sementara ini sebagai titik balik penting dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
Ia menekankan pentingnya penghentian total, bukan hanya sementara. Raja Ampat, sebagai UNESCO Global Geopark, memiliki nilai ekologis global yang tak tergantikan.
Hakeng menyoroti kerusakan lingkungan yang signifikan akibat aktivitas pertambangan, berdasarkan laporan Greenpeace. Lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi di Pulau Gag telah rusak, mengancam terumbu karang dan ekosistem laut.
Ia juga mengingatkan pentingnya prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dalam pengambilan keputusan terkait pertambangan di Raja Ampat. Masyarakat adat harus menjadi subjek utama, bukan hanya objek.
Ketidaktegasan penegakan hukum lingkungan dan tumpang tindih perizinan menjadi akar masalah. Kasus ini harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam membangun kebijakan yang adil secara ekologis dan sosial.
2. ICBA Tolak Rencana Tambang Nikel di Raja Ampat
Rob Raffael Kardinal dari Indonesia Carbon Credit and Biodiversity Alliance (ICBA) secara tegas menolak tambang nikel di Raja Ampat.
Ia menyebut tambang nikel sebagai ancaman langsung terhadap ekosistem laut dan identitas masyarakat adat. Raja Ampat merupakan warisan dunia dan kebanggaan Papua.
Rob mendukung Menteri LHK untuk meninjau ulang izin dan AMDAL yang diberikan kepada perusahaan tambang di Raja Ampat.
Status Raja Ampat sebagai UNESCO Global Geopark semakin mengukuhkan pentingnya perlindungan total kawasan tersebut dari industri ekstraktif.
3. Bupati Raja Ampat Keluhkan Kewenangan Pusat
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyoroti kendala kewenangan. Pemberian dan pencabutan izin tambang nikel dipusatkan di Jakarta.
Hal ini membatasi kemampuan pemerintah daerah untuk berintervensi atas aktivitas tambang yang merusak lingkungan. Raja Ampat yang 97 persennya merupakan kawasan konservasi, sangat rentan terhadap kerusakan.
Pemerintah daerah berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali pembatasan kewenangan pengelolaan hutan. Hal ini agar masyarakat lokal dapat lebih terlibat dalam pengelolaan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
4. Antam Akui Taati Prosedur, Pemerintah Hentikan Sementara Operasi PT Gag Nikel
PT Aneka Tambang (Antam) menyatakan PT Gag Nikel, anak perusahaannya, selalu menaati prosedur pertambangan yang baik.
Mereka menekankan komitmen terhadap reklamasi dan pengendalian dampak lingkungan. Antam berharap kehadiran PT Gag Nikel di Raja Ampat memberikan nilai tambah bagi masyarakat setempat.
Terdapat lima perusahaan tambang di Raja Ampat, dengan PT Gag Nikel sebagai satu-satunya yang aktif memproduksi nikel dan memiliki Kontrak Karya (KK).
PT Gag Nikel termasuk dalam 13 perusahaan yang diizinkan melanjutkan kontrak karya pertambangan di kawasan hutan berdasarkan Keppres 41/2004. Namun, kegiatan operasionalnya dihentikan sementara pada 5 Juni 2025.
5. KLH/BPLH Tindak Lanjuti Laporan Tambang Nikel di Raja Ampat
Sekretaris Utama KLH/BPLH, Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan pihaknya sedang menindaklanjuti laporan keberadaan tambang nikel di Raja Ampat.
Deputi Gakkum KLH/BPLH juga tengah mendalami masalah ini. Penegakan hukum dan pengembangan langkah-langkah hukum sedang dilakukan.
Keberadaan tambang nikel dikhawatirkan berdampak pada ekosistem Raja Ampat, yang merupakan destinasi wisata utama Indonesia.
Vivien menyatakan perlu pemeriksaan lebih lanjut terkait dokumen lingkungan yang dimiliki perusahaan tambang.
Kasus tambang nikel di Raja Ampat menjadi sorotan penting atas pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Perdebatan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan, serta perlunya keterlibatan masyarakat adat, menjadi isu krusial yang perlu ditangani secara bijak dan berkelanjutan. Transparansi dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya permasalahan serupa di masa mendatang.