Indonesia, negara dengan kekayaan alam melimpah dan potensi ekonomi besar, juga memiliki tantangan yang tak kalah besar: memanfaatkan bonus demografi secara optimal. Dengan proyeksi penduduk mencapai 284,4 juta jiwa pada 2025 dan laju pertumbuhan 1,11 persen per tahun, Indonesia memasuki periode bonus demografi (2020-2030) di mana penduduk usia produktif mendominasi. Namun, apakah potensi ini dapat dimaksimalkan di tengah tantangan ketenagakerjaan yang ada?
Pertumbuhan ekonomi yang signifikan seharusnya tercipta berkat tenaga kerja produktif yang melimpah. Namun, realita menunjukkan adanya hambatan serius yang perlu diatasi.
Tantangan Ketenagakerjaan di Era Bonus Demografi
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi baru-baru ini menjadi sorotan. PHK massal di berbagai sektor, mulai dari tekstil hingga teknologi, menimpa puluhan ribu pekerja dan keluarga mereka.
Dampaknya sangat signifikan, meningkatkan angka pengangguran dan menekan daya beli masyarakat. IMF memprediksi tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5 persen pada 2025, naik dari 4,9 persen pada tahun sebelumnya.
Menaker Yassierli mengakui prediksi tersebut sebagai “alarm” bagi pemerintah untuk lebih proaktif mencari solusi. Pemerintah berupaya mengorkestrasi kementerian teknis untuk mencari peluang kerja dan membahasnya dalam rapat koordinasi.
Situasi ini diperparah oleh fenomena bursa kerja yang ricuh, seperti yang terjadi di Cikarang. Ribuan pelamar berdesak-desakan memperebutkan jumlah lowongan yang sangat terbatas.
Menciptakan Lapangan Kerja yang Inklusif dan Berkualitas
Pemerintah menghadapi tugas berat dalam menciptakan lapangan kerja formal yang layak. Jumlah angkatan kerja baru yang sangat tinggi menuntut solusi yang inovatif dan adaptif.
Beberapa upaya telah dilakukan, seperti Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 tentang pelaporan lowongan kerja transparan melalui SIAPkerja, dan surat edaran larangan diskriminasi dalam rekrutmen.
Namun, upaya ini perlu diperkuat dengan strategi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah harus mampu menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan usaha dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
Strategi Jangka Panjang untuk Ketenagakerjaan
- Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi untuk memenuhi kebutuhan industri.
- Pengembangan sektor UMKM dan ekonomi kreatif sebagai mesin penggerak perekonomian.
- Investasi besar dalam infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.
Investasi SDM: Kunci Penting dalam Menghadapi Era Digital
Ekonom UI, Fithra Faisal Hastiadi, menekankan pentingnya investasi sumber daya manusia (SDM). Persaingan kerja saat ini tidak hanya antar manusia, tetapi juga dengan teknologi dan digitalisasi.
Prof. Rhenald Kasali dari UI menambahkan, otomasi dan kecerdasan buatan (AI) mengancam peran manusia dalam banyak pekerjaan. Oleh karena itu, strategi penciptaan lapangan kerja harus memperhitungkan perkembangan teknologi.
Kemampuan adaptasi dan *life-long learning* menjadi kunci keberhasilan. Generasi muda juga menginginkan pekerjaan yang bermakna (*purpose-driven*), bukan hanya sekadar penghasilan.
Transformasi pendidikan sangat krusial. Pendidikan harus menghasilkan individu yang kompeten, adaptif, dan mampu menghadapi tantangan di era digital. Bangsa yang besar dibangun oleh manusia yang terdidik dan kompeten, bukan hanya bergantung pada sumber daya alam yang terbatas.
Indonesia memiliki peluang besar untuk meraih kesuksesan di era bonus demografi. Namun, kesuksesan ini bergantung pada komitmen pemerintah dan seluruh stakeholder untuk mengatasi tantangan ketenagakerjaan dan berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan SDM. Investasi ini bukan hanya investasi finansial, tetapi juga investasi dalam masa depan bangsa.