Isu penjualan empat pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, kembali merebak. Kabar penjualan ini, yang tersebar melalui situs properti asing, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Namun, baik pemerintah daerah maupun pusat dengan tegas membantah adanya penjualan pulau yang sah di wilayah tersebut. Penjelasan detail mengenai status kepemilikan dan legalitas penjualan pulau-pulau tersebut perlu ditelusuri.
Empat Pulau yang Dikabarkan Dijual
Empat pulau di Anambas, yakni Pulau Ritan, Pulau Tokong Sendok, Pulau Mala, dan Pulau Nakok, disebut-sebut dijual melalui situs www.privateislandonline.com, sebuah situs properti asal Kanada.
Pulau Ritan dan Pulau Tokong Sendok menjadi sorotan utama karena letaknya yang berdekatan di Kecamatan Siantan Selatan. Kedua pulau ini menarik perhatian publik karena munculnya iklan di situs internasional.
Status Kepemilikan dan Izin
Menurut Analis Kebijakan Ahli Madya Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Anambas, Yoki Ismed, isu penjualan tersebut belum masuk ranah kewenangan pemerintah kabupaten. Hal ini dikarenakan prosesnya masih dalam tahap perencanaan.
Yoki menjelaskan bahwa lahan di Pulau Ritan dan Pulau Tokong Sendok dimiliki melalui Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 2021. Transaksi HGB terjadi antar Warga Negara Indonesia (WNI), dari warga lokal kepada pembeli asal Bali.
Pembeli tersebut, atas nama PT Mala Property, telah mengurus Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sejak 2018. Sedangkan Pulau Mala dan Pulau Nakok masih berada di bawah penguasaan PT Mala Property, tetapi belum memiliki izin PKKPRL.
Yoki menambahkan, pengurusan PKKPRL dan HGB membutuhkan biaya yang cukup besar. Hal ini mungkin menjadi kendala bagi PT Mala Property dalam menyelesaikan proses perizinan.
Legalitas Penjualan dan Sikap Pemerintah
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa keempat pulau tersebut tidak dapat diperjualbelikan. Pulau-pulau tersebut merupakan milik negara dan termasuk dalam kawasan konservasi.
Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Semuel Sandi Rundupadang, menyatakan bahwa pemanfaatan pulau-pulau tersebut pun memerlukan izin dari KKP dan pemerintah daerah. Tidak ada regulasi di Indonesia yang mengizinkan penjualan pulau.
Penggunaan lahan di pulau-pulau tersebut harus melalui prosedur yang ketat. Minimal 30 persen area pulau harus menjadi ruang publik, area lindung, atau fasilitas umum.
Semuel menduga iklan di situs luar negeri tersebut bertujuan untuk mencari investor, bukan sebagai indikasi transaksi jual beli yang nyata. Kemungkinan besar, perusahaan yang mengiklankan pulau tersebut tengah mengurus izin usaha wisata di Anambas.
Koordinasi Pemerintah dan Rencana Tata Ruang
Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BP2D) Kepri telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Anambas, Gubernur Kepri, dan KKP untuk memverifikasi informasi penjualan pulau tersebut.
Kepala BP2D Kepri, Doli Boniara, menegaskan bahwa secara aturan tidak ada penjualan pulau kepada Warga Negara Asing (WNA). Penguasaan pulau harus melalui proses perizinan yang ketat sesuai UU Pesisir dan Peraturan Menteri KKP.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas 2023-2043, keempat pulau tersebut dialokasikan sebagai kawasan pariwisata berorientasi eko-maritim.
Kesimpulannya, meskipun isu penjualan empat pulau di Anambas sempat menimbulkan keresahan, pemerintah menegaskan tidak ada transaksi jual beli yang sah. Status kepemilikan pulau-pulau tersebut dan proses perizinan yang tengah berjalan menjadi fokus utama dalam klarifikasi ini. Pemerintah menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang ada dan perlindungan terhadap aset negara.