Kenaikan harga bahan pangan di Jepang berdampak signifikan pada berbagai jenis makanan. Salah satu yang merasakan dampaknya adalah industri takoyaki, jajanan populer berupa bola-bola adonan berisi gurita. Akibat lonjakan harga gurita yang cukup drastis, banyak penjual takoyaki di Tokyo dan sekitarnya beralih menggunakan bahan alternatif.
Penggunaan bahan pengganti ini dilakukan untuk menjaga harga jual tetap terjangkau bagi konsumen. Beberapa penjual bahkan telah melakukan perubahan ini sejak beberapa bulan lalu.
Isian Takoyaki Berganti Sosis: Akibat Melonjaknya Harga Gurita
Masako Hasegawa, pemilik toko Horaiya di dekat Stasiun Machiya-ekimae, Tokyo, adalah salah satu penjual yang beralih menggunakan sosis sebagai pengganti gurita. Ia menjelaskan bahwa biaya produksi pasca pandemi COVID-19 terlalu tinggi jika masih menggunakan gurita.
Sejak November 2023, toko Horaiya mulai menggunakan sosis dalam takoyaki mereka. Walaupun bahan utamanya berubah, takoyaki “sosis-yaki” tetap disajikan hangat dengan campuran kol, jahe merah acar, agetama, kaldu dashi, dan saus Worcestershire Jepang.
Harga takoyaki isi gurita sebelumnya 180 yen (sekitar Rp20.000). Namun, dengan menggunakan sosis dan memperhitungkan kenaikan harga bahan lain, harga kini menjadi 200 yen (sekitar Rp22.000).
Perbedaan Rasa dan Tekstur: Gurita vs. Sosis dalam Takoyaki
Meskipun beberapa pelanggan setia merasa kecewa, Hasegawa menemukan bahwa sosis justru disukai anak-anak dan lansia karena teksturnya yang lebih empuk.
Rasa sosis yang lebih kuat menjadi perbedaan utama dengan gurita. Gurita memiliki rasa yang lebih mewah dan tekstur yang lebih kenyal, sedangkan sosis lebih empuk dan lembut.
Meskipun demikian, Hasegawa menekankan bahwa tujuan utama perubahan ini adalah untuk tetap menyajikan makanan enak dengan harga terjangkau. Laporan Teikoku Databank Ltd. pada Desember 2024 juga menunjukkan bahwa bisnis makanan berbasis tepung, seperti takoyaki, okonomiyaki, dan yakisoba, menghadapi tantangan akibat kenaikan harga berbagai bahan baku.
Harga Gurita yang Melonjak Tajam di Jepang
Data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menunjukkan peningkatan harga gurita yang signifikan. Dalam satu dekade, harga gurita di Tokyo hampir dua kali lipat.
Pada tahun 2014, harga gurita sekitar 277 yen per 100 gram. Pada Mei 2025, harganya telah mencapai 528 yen per 100 gram, bahkan lebih mahal daripada tuna.
Meningkatnya tren “tako-pa” (pesta takoyaki rumahan) di Jepang mendorong eksperimen dengan bahan alternatif seperti chikuwa, keju, dan telur ikan cod. Hal ini menunjukkan adaptasi konsumen terhadap perubahan harga bahan baku utama.
Popularitas takoyaki juga meluas ke luar Jepang, termasuk Indonesia. Salah satu contohnya adalah JJ Tako di Yogyakarta, yang dikelola oleh warga negara Jepang.
JJ Tako Yogyakarta: Takoyaki dengan Cita Rasa Jepang Asli
JJ Tako, dijalankan oleh pasangan Haruko (warga Jepang) dan suaminya, Hala. Mereka menyajikan takoyaki dengan berbagai pilihan isian.
Terletak di Kronggahan 2 Ruko No. 8A, Kranggahan (Utara RS UGM), Yogyakarta, JJ Tako buka mulai pukul 16.00 WIB hingga habis. Isian yang ditawarkan cukup beragam, mulai dari gurita, jamur, sosis, hingga udang.
Proses pembuatan takoyaki di JJ Tako masih mempertahankan metode tradisional. Adonan diaduk, diisi, lalu dibolak-balik hingga matang sempurna dan disajikan dengan saus buatan sendiri.
Keberadaan JJ Tako menunjukkan adaptasi dan inovasi dalam bisnis kuliner. Meskipun menghadapi tantangan harga bahan baku, industri takoyaki tetap beradaptasi dan menawarkan pilihan yang menarik bagi konsumen.
Kesimpulannya, kenaikan harga gurita di Jepang telah memaksa banyak penjual takoyaki untuk berinovasi dengan menggunakan bahan alternatif. Meskipun ada perbedaan rasa dan tekstur, hal ini menjadi bukti adaptasi dan daya tahan industri kuliner dalam menghadapi tantangan ekonomi. Popularitas takoyaki tetap tinggi, baik di Jepang maupun di negara lain seperti Indonesia, yang dibuktikan dengan adanya usaha seperti JJ Tako yang tetap mempertahankan cita rasa otentik.