Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan kebijakan baru terkait persyaratan menjadi kepala sekolah. Kebijakan ini tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 dan membawa angin segar bagi para guru di Indonesia.
Salah satu perubahan signifikan adalah penghapusan sertifikat Guru Penggerak sebagai syarat utama. Hal ini memberikan kesempatan lebih luas bagi guru-guru berkompeten untuk memimpin sekolah.
Sertifikat Guru Penggerak Bukan Lagi Syarat Utama
Sejak Maret 2025, Program Guru Penggerak telah dihentikan. Konsekuensinya, sertifikat Guru Penggerak tidak lagi menjadi persyaratan mutlak untuk menjadi kepala sekolah.
Kebijakan ini didasarkan pada komitmen Kemendikbudristek untuk menciptakan sistem seleksi yang lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua guru berpotensi.
Persyaratan Baru Menjadi Kepala Sekolah
Kini, guru yang bercita-cita menjadi kepala sekolah perlu memenuhi beberapa kriteria utama. Kriteria tersebut meliputi kualifikasi pendidikan, pengalaman, dan kinerja.
Secara spesifik, calon kepala sekolah minimal harus memiliki gelar S1 atau D-IV. Selain itu, mereka juga harus memiliki sertifikat pendidik.
Jabatan atau pangkat sesuai dengan status kepegawaian juga menjadi persyaratan penting. Calon kepala sekolah juga perlu menunjukkan pengalaman dalam bidang manajerial.
Penilaian kinerja yang baik menjadi pertimbangan penting. Usia maksimal calon kepala sekolah adalah 56 tahun saat menerima penugasan.
Meskipun persyaratannya lebih longgar, proses seleksi tetap dilakukan secara ketat dan terukur. Hal ini untuk memastikan kualitas kepemimpinan di sekolah.
Pelatihan Kepemimpinan dan Masa Depan Pendidikan
Guru-guru yang lolos seleksi akan mengikuti pelatihan kepemimpinan sekolah. Pelatihan ini berstandar nasional dan bertujuan untuk membekali para kepala sekolah baru.
Pelatihan tersebut akan mencakup berbagai aspek penting kepemimpinan dan pengelolaan pendidikan. Tujuannya agar mereka siap menghadapi tantangan di lapangan.
Perubahan kebijakan ini disambut positif oleh banyak guru. Mereka berharap perubahan ini akan mempercepat regenerasi kepemimpinan di sekolah.
Dengan persyaratan yang lebih terbuka, diharapkan akan muncul pemimpin-pemimpin baru yang inovatif dan berdedikasi. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kemendikbudristek optimistis bahwa kebijakan ini akan mendorong munculnya inovasi dalam pengelolaan sekolah. Hal ini pada akhirnya akan berdampak positif pada peningkatan mutu pembelajaran di seluruh Indonesia.
Lebih banyak talenta dari berbagai daerah berkesempatan untuk berkontribusi sebagai pemimpin pendidikan. Inilah harapan pemerintah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik.