Balapan Formula E Jakarta 2025 telah usai, namun meninggalkan cerita menarik di baliknya. Salah satu yang paling mencolok adalah kecepatan mobil balap yang tampak lebih pelan dari seharusnya.
Padahal, mobil Formula E generasi ketiga memiliki kecepatan maksimal hingga 322 km/jam. Namun, di sirkuit Ancol, kecepatan mobil terlihat “tertahan”.
Suhu Panas Sirkuit Ancol sebagai Faktor Utama
Mark Godden, Race Operations Executive Jaguar TCS Racing, menjelaskan penyebabnya. Suhu ekstrem di Sirkuit Ancol menjadi faktor utama.
Panasnya suhu mengancam powertrain dan baterai mobil, berisiko menyebabkan overheat bahkan terbakar. Untuk mencegah hal ini, tim meminta para pembalap untuk mengurangi kecepatan.
“Di beberapa sirkuit, suhu tinggi tidak terlalu berpengaruh. Tapi di Jakarta, ini sangat krusial,” ujar Mark. Banyak mobil harus mengurangi kecepatan karena suhu baterai yang meningkat drastis, menyebabkan penurunan tenaga.
Strategi Balapan yang Berbeda di Suhu Ekstrem
Berbeda dengan Formula 1 yang kerap memacu kecepatan sejak awal, Formula E di Jakarta menerapkan strategi berbeda.
Para pembalap cenderung menahan kecepatan hingga akhir balapan. Tujuannya adalah untuk menjaga suhu baterai dan powertrain tetap stabil.
“Biasanya di Formula E, berada di posisi terdepan justru kurang menguntungkan,” kata Mark. Mengikuti mobil di depan untuk memanfaatkan slipstream dinilai lebih efisien, terutama dalam kondisi panas.
Pembalap juga memantau suhu pada dasbor mereka dan menyesuaikan strategi balapan berdasarkan kondisi tersebut. Setiap pembalap memiliki kendali penuh atas kecepatan mobil mereka.
Teknologi Pendingin Canggih untuk Mengatasi Panas
Tim Formula E menggunakan teknologi pendingin yang canggih untuk mengatasi masalah panas berlebih.
Mereka menggunakan banyak cooler box yang berisi es kering bersuhu sangat rendah. Es kering ini ditempatkan di dekat unit baterai dan powertrain dan didinginkan menggunakan kipas yang diarahkan ke radiator.
“Kotak pendingin diisi es kering, lalu ditempatkan di unit dan didinginkan dengan kipas ke radiator,” jelas Mark. Sistem pendinginan ini dirancang untuk menjaga suhu komponen vital agar tetap optimal.
Kesimpulan: Tantangan dan Adaptasi di Formula E Jakarta
Balapan Formula E Jakarta 2025 membuktikan bahwa faktor lingkungan, khususnya suhu ekstrem, sangat memengaruhi strategi dan performa balapan. Tim balap harus melakukan adaptasi dengan menggunakan teknologi pendingin canggih dan strategi balap yang lebih konservatif untuk memastikan keselamatan dan performa optimal.
Kecepatan mobil yang “tertahan” bukanlah masalah teknis, melainkan strategi untuk mengatasi kondisi lingkungan yang unik di Jakarta. Hal ini menunjukkan bagaimana balapan mobil listrik juga sangat bergantung pada faktor lingkungan dan strategi yang tepat.
Ke depannya, pengelolaan suhu sirkuit dan pengembangan teknologi pendinginan yang lebih efisien akan menjadi aspek krusial dalam penyelenggaraan balapan Formula E di wilayah dengan iklim tropis.