Indonesia memiliki potensi besar untuk meraih keuntungan ekonomi dari pengembangan energi terbarukan. Asia Clean Energy Coalition (ACEC) memperkirakan potensi keuntungan mencapai US$ 1,8 miliar (sekitar Rp 29,35 triliun) jika Indonesia memperbaiki kebijakan dan mempercepat transisi energi.
Peningkatan permintaan energi terbarukan dari perusahaan global di kawasan Asia-Pasifik mendorong potensi ini. Perusahaan-perusahaan tersebut berupaya mengurangi jejak karbon mereka, dan Indonesia, dengan sumber daya energi surya dan angin yang melimpah, berada dalam posisi strategis untuk memenuhi permintaan tersebut.
Potensi Ekonomi dan Lapangan Kerja dari Energi Terbarukan di Indonesia
ACEC dalam temuannya, “Asia’s Clean Energy Breakthrough: Unlocking Corporate Procurement for Sustainable Growth,” menunjukkan bahwa pasokan energi terbarukan di Asia Pasifik masih belum mencukupi permintaan global.
Indonesia, meskipun memiliki potensi besar, masih bergantung pada energi fosil untuk 81% pasokan listriknya. Proyek pengembangan energi terbarukan juga masih minim, meskipun pemerintah menargetkan penambahan 21 GW energi terbarukan dalam RUPTL PLN 2021-2030.
Meningkatkan bauran energi terbarukan hingga 29% pada 2030 akan membuka peluang ekonomi yang signifikan. Hal ini berpotensi menciptakan hampir 140.000 lapangan kerja baru dan meningkatkan total upah pekerja hingga US$ 1,4 miliar.
Selain keuntungan ekonomi, peningkatan penggunaan energi terbarukan juga akan mengurangi emisi karbon hingga 25 juta ton CO2. Ini adalah langkah penting dalam upaya Indonesia untuk mencapai target iklimnya.
Tantangan dan Rekomendasi untuk Mempercepat Transisi Energi
Suji Kang dari ACEC mencatat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia. Kebijakan yang belum sepenuhnya mengakomodasi permintaan energi terbarukan dari perusahaan global dan minimnya mekanisme pembelian listrik oleh perusahaan menjadi kendala utama.
Kurangnya transparansi dan kepastian regulasi juga menghambat investasi di sektor energi terbarukan. Hal ini mengakibatkan perkembangan energi terbarukan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan potensi yang ada.
ACEC merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pemerintah perlu mencantumkan target energi terbarukan secara eksplisit dalam kebijakan nasional dan komitmen iklim.
Implementasi skema pemanfaatan bersama jaringan transmisi (power wheeling) perlu dipercepat. Opsi penerapan Corporate Purchase Power Agreement (CPPA) juga perlu dibuka.
- Kepemilikan sertifikat energi terbarukan (REC) antara PLN dan IPP perlu diperjelas untuk menciptakan transparansi dan kepastian hukum.
- Reformasi regulasi yang menciptakan kepastian hukum dan iklim investasi yang menarik sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan transisi energi nasional.
Dukungan Global dan Peran Pemerintah dalam Transisi Energi
Ollie Wilson dari RE100 dan The Climate Group menekankan kesiapan anggota RE100 untuk berinvestasi dalam transisi energi di Asia. Namun, ambisi tersebut harus diimbangi dengan kebijakan yang mendukung percepatan transisi energi skala besar.
Pemerintah Indonesia perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengadaan energi terbarukan oleh perusahaan. Hal ini akan meningkatkan daya saing, keamanan energi, dan manfaat iklim dari energi terbarukan.
Kesimpulannya, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat besar dari pengembangan energi terbarukan. Namun, realisasi potensi tersebut membutuhkan reformasi kebijakan yang komprehensif dan percepatan implementasi program energi terbarukan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga internasional sangat krusial untuk memastikan keberhasilan transisi energi di Indonesia dan mewujudkan manfaat ekonomi dan lingkungan yang optimal.