Miliarder Elon Musk melontarkan kecaman keras terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan belanja Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia menyebut RUU tersebut sebagai “kekejian yang menjijikkan,” menandai keretakan yang semakin lebar antara kedua figur publik berpengaruh ini. RUU yang meliputi pengurangan pajak multi-triliun dolar AS dan peningkatan belanja pertahanan, serta memungkinkan pemerintah AS untuk meminjam lebih banyak uang, telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bulan lalu.
Komentar Musk ini muncul setelah ia mengundurkan diri dari pemerintahan Trump pekan lalu, setelah 129 hari bertugas. Pengunduran dirinya ini sekaligus menjadi awal ketidaksetujuan publiknya terhadap kebijakan Trump. Sebelumnya, Musk menyatakan kekecewaannya terhadap rencana tersebut. Meskipun Trump menyatakan bahwa Musk akan tetap mendukungnya, kritikan tajam ini menunjukkan perbedaan pandangan yang signifikan.
Respons Elon Musk: RUU yang “Keterlaluan dan Penuh Tipu Daya”
Elon Musk, melalui serangkaian unggahan di platform X pada 3 Juni 2025, menyatakan RUU belanja tersebut “keterlaluan dan penuh dengan tipu daya.” Ia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa RUU ini akan secara signifikan meningkatkan defisit anggaran, mencapai USD 2,5 triliun, dan membebani warga AS dengan utang yang tidak berkelanjutan. Istilah “tipu daya” dalam konteks politik AS mengacu pada pengeluaran untuk proyek-proyek yang menguntungkan daerah pemilihan anggota parlemen tertentu.
Musk, yang sebelumnya berjanji untuk mendanai tantangan kampanye terhadap anggota Partai Republik yang menentang agenda Trump, menambahkan peringatan politik di unggahan lainnya. Ia menegaskan akan ada konsekuensi politik bagi mereka yang dianggap mengkhianati rakyat Amerika Serikat.
RUU dan Perdebatan Pagu Utang
RUU tersebut juga memicu kontroversi di kalangan konservatif fiskal karena akan menaikkan pagu utang hingga USD 4 triliun. Kenaikan pagu utang ini menjadi titik perdebatan utama dalam RUU tersebut. Perbedaan pendapat mengenai RUU ini pun muncul di dalam Partai Republik sendiri, baik di DPR maupun Senat.
Senator Kentucky, Rand Paul, misalnya, menyatakan penolakannya terhadap RUU tersebut jika pagu utang dinaikkan. Ia khawatir Partai Republik akan menanggung beban utang yang besar. Pernyataan Paul ini mendapat tanggapan keras dari Trump yang menuduh Paul tidak memahami RUU tersebut dan memiliki ide-ide yang gila.
Perpecahan di Partai Republik dan Tanggapan Pihak Terkait
Perpecahan internal Partai Republik terkait RUU ini semakin terlihat jelas. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, pemimpin mayoritas Senat, John Thune, menyatakan akan tetap melanjutkan proses pembahasan RUU tersebut. Ia menekankan bahwa RUU ini sejalan dengan agenda kampanye, terutama Presiden Trump.
Sementara itu, Ketua DPR dari Partai Republik, Mike Johnson, membantah kritik Musk, mengatakan bahwa Musk salah menilai RUU tersebut. Johnson bahkan mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Musk mengenai RUU ini, namun tetap terkejut dengan kritik yang dilontarkan Musk. Salah satu poin yang menjadi penyebab ketidaksenangan Musk adalah penolakan usulannya agar RUU tersebut menggunakan sistem satelit Starlink miliknya, karena masalah teknologi dan potensi konflik kepentingan.
Kesimpulannya, RUU pajak dan belanja Trump telah memicu perdebatan sengit, baik di dalam Partai Republik maupun di kalangan publik, termasuk dari tokoh berpengaruh seperti Elon Musk. Perdebatan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang mendalam tentang kebijakan fiskal dan pengelolaan utang negara. Ketidaksetujuan Musk terhadap RUU ini, bahkan setelah pembicaraan dengan pejabat Partai Republik, menyoroti kompleksitas masalah dan potensi dampaknya terhadap politik AS di masa depan.