Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali memberlakukan larangan operasional angkutan kota (angkot) di Jalur Puncak Bogor. Kebijakan ini diterapkan selama dua hari, Sabtu dan Minggu, 31 Mei – 1 Juni 2025, untuk mengatasi kemacetan parah yang sering terjadi saat liburan panjang. Langkah ini merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa saat Lebaran lalu. Kali ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memastikan penyaluran kompensasi kepada para sopir angkot yang terdampak akan dilakukan secara langsung melalui transfer bank.
Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan insiden pemotongan dana kompensasi yang terjadi sebelumnya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi fokus utama dalam penyaluran bantuan ini. Pemerintah ingin memastikan setiap rupiah kompensasi benar-benar diterima oleh para sopir yang berhak menerimanya.
Kompensasi Langsung ke Rekening Sopir Angkot
Gubernur Dedi Mulyadi menekankan komitmennya untuk memastikan dana kompensasi sampai langsung ke tangan para sopir angkot. Tidak ada lagi perantara yang terlibat dalam proses penyaluran dana. Sistem transfer langsung ini diharapkan mampu mencegah praktik-praktik tidak transparan yang merugikan para sopir.
Dana kompensasi ini bertujuan untuk membantu kesejahteraan para sopir angkot yang kehilangan penghasilan selama masa pelarangan beroperasi. Meskipun Gubernur Dedi Mulyadi tidak merinci besaran bantuan yang akan diberikan, upaya ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas sosial dan mencegah para sopir mencari penumpang secara ilegal.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memahami pentingnya menjaga kesejahteraan para sopir angkot. Dengan memastikan mereka menerima kompensasi, diharapkan para sopir dapat tetap tenang dan tidak perlu beroperasi selama masa pelarangan. Mereka dapat fokus beristirahat atau bersama keluarga.
Kronologi Kasus Pemotongan Dana Kompensasi Sebelumnya
Pengalaman buruk pemotongan dana kompensasi pada Lebaran lalu menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah. Banyak sopir angkot mengeluhkan hanya menerima sebagian dari dana kompensasi yang seharusnya mereka terima.
Salah satu contohnya adalah kasus Emen Hidayat, seorang sopir angkot yang melaporkan adanya pemotongan dana hingga Rp200.000 dari total kompensasi Rp1.000.000. Ia menyebutkan adanya pembagian dana kepada beberapa pihak, termasuk KKSU, Organda, dan Dishub Kabupaten Bogor. Nama oknum bernama Nandar juga disebut-sebut terlibat dalam dugaan penyelewengan dana ini.
Langkah Antisipatif Cegah Pengulangan Kasus
Atas kejadian tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan kekecewaannya dan langsung memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyaluran bantuan. Insiden ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem dan meningkatkan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.
Sistem transfer langsung ke rekening pribadi sopir angkot menjadi solusi yang diadopsi. Metode ini dianggap paling efektif untuk memastikan transparansi dan mencegah potensi penyelewengan dana. Pemerintah berharap dengan cara ini, setiap sopir akan menerima kompensasi sesuai haknya tanpa ada potongan atau pungutan liar.
Selain itu, pemerintah juga akan meningkatkan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan sistem penyaluran bantuan berjalan efektif dan akuntabel. Pelaporan dan transparansi akan menjadi kunci utama untuk mencegah terjadinya penyimpangan di masa mendatang.
Dengan adanya kebijakan penyaluran dana kompensasi secara langsung kepada para sopir angkot, diharapkan permasalahan serupa dapat dihindari. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada para pengemudi angkot di masa liburan panjang. Semoga langkah ini dapat menjadi contoh baik dalam pengelolaan bantuan sosial agar lebih transparan dan akuntabel.