Sistem perpajakan Coretax, yang diluncurkan pada 1 Januari 2025, tengah menjadi sorotan. Meskipun menghadapi sejumlah kendala teknis awal, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, optimis Coretax akan beroperasi optimal dalam waktu dua tahun mendatang.
Optimisme ini disampaikan Luhut dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025. Ia meyakini sistem ini mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Coretax: Harapan untuk Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Luhut memprediksi Coretax dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 1,5 persen. Sistem ini dirancang untuk merevolusi administrasi perpajakan di Indonesia.
Dengan basis mesin dan minim campur tangan manusia, Coretax diharapkan mampu menekan praktik korupsi dan meningkatkan efisiensi.
Mengatasi Kendala Teknis dan Mencapai Optimalisasi
Pemerintah mengakui adanya kendala teknis yang dialami Coretax sejak peluncurannya. Upaya penyempurnaan sistem terus dilakukan untuk memastikan kinerjanya.
Luhut yakin, dengan perbaikan yang berkelanjutan, Coretax akan berfungsi secara optimal dalam waktu satu hingga dua tahun ke depan.
Coretax sebagai “Game Changer” Reformasi Perpajakan
Luhut menyebut Coretax sebagai “game changer” dalam reformasi perpajakan Indonesia. Sistem ini dirancang untuk mempersempit celah pengemplangan pajak.
Integrasi Coretax dengan sistem pemerintahan lain memungkinkan pemantauan aset, transaksi e-commerce, dan riwayat perjalanan internasional wajib pajak. Hal ini memperkecil kemungkinan penghindaran pajak.
Deteksi Otomatis Ketidaksesuaian Data
Kemampuan Coretax untuk mendeteksi secara otomatis ketidaksesuaian data membuat wajib pajak sulit menyembunyikan aset dan pendapatan sebenarnya. Sistem ini meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Coretax dirancang untuk terhubung dengan berbagai sistem pemerintahan lainnya. Integrasi ini memungkinkan sistem untuk mendeteksi aset, harta, transaksi e-commerce, hingga riwayat perjalanan ke luar negeri wajib pajak.
Sistem ini secara otomatis akan mendeteksi ketidaksesuaian data, sehingga akan menyulitkan wajib pajak untuk menyembunyikan aset dan kapasitas ekonominya.
Luhut menekankan bahwa meskipun korupsi masih menjadi tantangan, sistem berbasis mesin seperti Coretax dapat mengurangi risiko korupsi yang terkait dengan interaksi manusia.
Ia optimistis bahwa Coretax akan menjadi alat yang ampuh dalam memberantas praktik penghindaran pajak dan meningkatkan penerimaan negara.
Meskipun investasi awal untuk Coretax mencapai angka yang signifikan (Rp 1,3 triliun), potensi peningkatan pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan menunjukkan bahwa Coretax berpotensi menjadi investasi jangka panjang yang menguntungkan bagi Indonesia.
Keberhasilan Coretax akan sangat bergantung pada keberhasilan pemerintah dalam mengatasi kendala teknis dan memastikan integrasi yang lancar dengan sistem-sistem lain.
Dengan potensi dampaknya yang besar terhadap perekonomian Indonesia, keberhasilan implementasi Coretax akan terus menjadi perhatian publik dan para ahli ekonomi.