Pengusiran pemandu wisata dan pengemudi perahu di Pantai Ekas, Lombok Timur, oleh Bupati Haerul Warisin, telah menimbulkan kontroversi besar di dunia pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB). Video kejadian tersebut viral di media sosial, memicu pertanyaan seputar motif di balik tindakan tegas sang Bupati. Peristiwa ini menyoroti permasalahan klasik dalam pengelolaan pariwisata: keseimbangan antara kepentingan investor eksternal dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Bupati Haerul Warisin menjelaskan bahwa pengusiran tersebut dilakukan sebagai respons atas keluhan warga lokal yang telah berlangsung lama. Mereka merasa dirugikan karena minimnya keuntungan ekonomi dari sektor pariwisata yang berkembang pesat di Pantai Ekas, yang populer di kalangan peselancar.
Ketimpangan Ekonomi di Balik Pengusiran
Warga Lombok Timur mengeluhkan dominasi operator wisata luar daerah. Wisatawan yang datang umumnya diarahkan langsung ke laut, tanpa memanfaatkan fasilitas penginapan atau restoran milik penduduk lokal.
Akibatnya, usaha penginapan milik warga sepi pengunjung, meski Pantai Ekas ramai dikunjungi. Hal ini berdampak pada penurunan pendapatan, bahkan berimbas pada kontribusi pajak hotel dan restoran yang menurun drastis.
Bupati Haerul Warisin menuturkan, lama tinggal wisatawan pun berkurang signifikan. “Dulu wisatawan bisa tinggal seminggu, sekarang paling hanya satu atau dua malam,” ujarnya.
Upaya Menciptakan Ekosistem Pariwisata yang Adil
Bupati Haerul Warisin menegaskan bahwa tindakannya bukan untuk menghalangi investasi dari luar. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pariwisata yang lebih adil dan berkelanjutan.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pelaku wisata luar daerah dan masyarakat lokal. Semua pihak harus saling menghargai dan memastikan tidak ada yang dirugikan.
“Siapa pun boleh berusaha, tapi harus saling menghargai dan tidak merugikan satu sama lain,” tegas Haerul. Tindakan ini, menurutnya, merupakan bentuk keberpihakan kepada masyarakat lokal yang selama ini merasa terpinggirkan.
Respon Pemerintah Provinsi NTB dan Tantangan Ke Depan
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, merespon insiden ini dengan mengirimkan Asisten II untuk bernegosiasi dan mencari solusi damai. Ia berharap masalah ini tidak berlarut dan dapat menjadi momentum perbaikan tata kelola pariwisata NTB.
Gubernur Iqbal menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam membangun pariwisata. Ia dan Bupati Lombok Timur memiliki visi yang sama: memajukan pariwisata dengan cara yang adil dan inklusif.
“Kita akan temukan jalan keluar yang paling nyaman. Semua pihak harus terlibat membangun pariwisata, bukan saling menyalahkan,” kata Iqbal.
Kasus Pantai Ekas menjadi gambaran nyata tantangan dalam pengembangan pariwisata. Pertumbuhan sektor wisata tidak selalu memberikan manfaat merata bagi semua pihak. Jika ketimpangan ini dibiarkan, konflik sosial dapat muncul dan mengancam keberlangsungan pembangunan pariwisata.
Meskipun tindakan Bupati Lombok Timur bisa dilihat sebagai bentuk penegasan keadilan bagi masyarakat lokal, pengusiran secara langsung juga berpotensi merusak citra daerah sebagai destinasi wisata yang ramah. Oleh karena itu, diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk memastikan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi semua. Ke depan, perlunya kajian yang mendalam untuk merumuskan strategi pengembangan pariwisata yang memperhatikan keseimbangan antara investasi eksternal dan kepentingan ekonomi masyarakat lokal. Hal ini penting untuk mencegah terulangnya konflik serupa dan menciptakan sektor pariwisata yang benar-benar membawa dampak positif bagi semua.