Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menyatakan perang terhadap praktik curang di sektor pangan yang merugikan petani dan konsumen. Dugaan keterlibatan mafia pangan dalam memanipulasi harga dan stok beras tengah diselidiki.
Kementan bekerja sama dengan Satgas Pangan Mabes Polri untuk mengusut tuntas dugaan tersebut, khususnya di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta. Penyelidikan ini dilatarbelakangi fluktuasi harga beras yang tidak wajar.
Indikasi Manipulasi Stok dan Perbedaan Harga Beras yang Mencurigakan
Data dari Food Station Tjipinang dan investigasi lapangan menunjukkan indikasi manipulasi data stok beras di PIBC. Salah satu temuan yang mengejutkan adalah lonjakan drastis jumlah beras yang keluar dari pasar tersebut.
Mentan Amran mencatat kejanggalan harga beras. Harga di tingkat petani turun, namun harga di tingkat konsumen justru naik. Ini menunjukkan adanya ketidakberesan dalam rantai distribusi beras.
Lonjakan yang tidak wajar tersebut terungkap dari data yang menunjukkan keluarnya 11.000 ton beras dalam satu hari, jauh di atas rata-rata harian normal 1.000-3.500 ton selama lima tahun terakhir. Hal ini menjadi fokus utama penyelidikan.
Ketimpangan Pendapatan Petani dan Perantara: Petani Merugi, Tengkulak Raup Untung Besar
Mentan Amran menyoroti disparitas pendapatan antara petani dan perantara. Pendapatan petani rata-rata hanya Rp1,5 juta per bulan per orang.
Sementara itu, perantara, atau tengkulak, diduga meraup keuntungan hingga puluhan triliun rupiah. Ketimpangan ini diperparah oleh selisih harga yang signifikan antara harga di tingkat petani dan konsumen.
Berdasarkan perhitungan, dengan selisih harga Rp2.000 per kilogram dan produksi beras 21 juta ton hingga Mei 2025, pendapatan perantara diperkirakan mencapai Rp42 triliun. Ini menjadi bukti nyata eksploitasi petani.
Langkah Pemerintah: Perbaikan Infrastruktur, Penguatan Koperasi, dan Penyelidikan Satgas Pangan
Pemerintah berkomitmen memperbaiki kondisi ini melalui berbagai upaya. Peningkatan subsidi pupuk dan perbaikan infrastruktur irigasi menjadi prioritas.
Penguatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) juga dilakukan untuk menjamin kesejahteraan petani. Pendampingan intensif kepada petani juga terus dilakukan.
Reformasi sistem distribusi pangan juga menjadi fokus utama. Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih bertujuan memangkas rantai pasok yang panjang.
Dengan Koperasi Desa Merah Putih, rantai pasok yang sebelumnya terdiri dari 7-8 tahap akan dipersingkat menjadi 3 tahap: dari produsen ke koperasi, kemudian langsung ke konsumen. Ini diharapkan dapat menekan harga dan meningkatkan pendapatan petani.
Satgas Pangan turut menyelidiki kejanggalan data distribusi beras di PIBC. Ke mana beras sebanyak 11.410 ton yang keluar pada 28 Mei 2025 tersebut masih menjadi misteri.
Kepala Satgas Pangan, Helfi Assegaf, menyatakan kesulitan mendapatkan penjelasan yang memuaskan dari pihak terkait. Pihak tersebut belum bisa menjelaskan asal-usul dan tujuan beras tersebut.
Penyelidikan akan mendalami data distribusi beras. Jika ditemukan manipulasi data, maka akan ada konsekuensi hukum yang akan dijatuhkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Kasus dugaan manipulasi stok beras ini menunjukkan urgensi pengawasan ketat terhadap sektor pangan. Keberhasilan penegakan hukum dan reformasi distribusi akan menentukan kesejahteraan petani dan keterjangkauan harga pangan bagi konsumen.