Ribuan warga Eropa Selatan turun ke jalan pada Minggu, 15 Juni 2025, untuk memprotes dampak negatif pariwisata berlebihan atau *overtourism*. Aksi ini merupakan puncak dari keresahan yang meluas di berbagai kota, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini bagi masyarakat lokal. Protes tersebut menuntut perubahan mendasar dalam pengelolaan pariwisata.
Demonstrasi terbesar berlangsung di Barcelona, Spanyol. Para demonstran menggunakan berbagai cara untuk menyuarakan protes mereka.
Gelombang Protes di Barcelona: “Liburanmu, Deritaku!”
Para demonstran di Barcelona menembakkan pistol air ke arah wisatawan dan etalase toko. Mereka juga membakar asap berwarna dan menempelkan stiker bernada protes di jendela hotel dan toko.
Slogan “Liburanmu, deritaku” dan spanduk bertuliskan “Pariwisata massal membunuh kota” serta “Keserakahan mereka menghancurkan kami” menjadi gambaran nyata dari sentimen publik. Aksi ini digalang oleh aliansi SET (Sud d’Europa contra la Turistització atau “Eropa Selatan Melawan Overtourism”), gabungan kelompok-kelompok dari Spanyol, Portugal, dan Italia.
Dampak Sosial dan Ekonomi Overtourism: Harga Rumah Melonjak, Warga Terusir
Isu utama yang memicu demonstrasi adalah dampak sosial dan ekonomi yang merugikan warga lokal akibat lonjakan wisatawan. Kenaikan harga rumah yang drastis memaksa banyak penduduk meninggalkan lingkungan tempat tinggal mereka.
Di Barcelona, dengan populasi 1,6 juta jiwa, kota ini dikunjungi 26 juta wisatawan tahun lalu. Pemerintah kota telah merespon dengan kebijakan penghentian penyewaan apartemen untuk wisatawan mulai 2028. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kelayakan hidup bagi warga.
Eva Vilaseca (38), salah satu peserta aksi, mengungkapkan kejenuhannya. Ia merasa seperti gangguan di kota sendiri.
Vilaseca menambahkan bahwa solusi yang dibutuhkan adalah pengurangan drastis jumlah turis dan pengembangan model ekonomi baru yang lebih berkeadilan.
Protes Menyebar ke Berbagai Kota di Eropa Selatan
Protes serupa juga terjadi di berbagai kota di Spanyol, termasuk Ibiza, Malaga, Palma de Mallorca, San Sebastian, dan Granada. Di Italia, demonstrasi berlangsung di Genoa, Naples, Palermo, Milan, dan Venesia.
Venesia, yang sudah terkenal padat, menghadapi kekhawatiran akan semakin sesaknya kota akibat rencana pembangunan dua hotel baru dengan tambahan 1.500 tempat tidur. Bahkan seorang pekerja hotel di Barcelona mengungkapkan kekecewaannya, menekankan perbedaan antara pekerja sektor pariwisata dan masyarakat lokal.
Proyeksi menunjukkan peningkatan pengeluaran wisatawan internasional di Eropa sebesar 11 persen menjadi 838 miliar dollar AS tahun ini. Spanyol dan Prancis diperkirakan akan menerima jumlah wisatawan tertinggi sepanjang sejarah. Namun, di balik angka fantastis tersebut, muncul pertanyaan besar tentang pemerataan kemakmuran dari sektor pariwisata.
Aksi protes di Lisbon, Portugal, yang juga dijadwalkan pada Minggu sore, menunjukkan bahwa keresahan ini merupakan masalah regional, bukan hanya fenomena lokal.
Protes menolak pariwisata massal ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan industri pariwisata. Jika tidak dikelola dengan bijak, industri yang semula menjadi motor ekonomi dapat berubah menjadi sumber konflik sosial yang serius. Seruan untuk pariwisata yang lebih berkelanjutan dan adil kini menggema dari berbagai kota wisata di Eropa, mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perubahan mendasar dalam pendekatan pariwisata dibutuhkan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua pihak.