Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berencana memanggil para pemegang izin tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil menyusul laporan kerusakan ekosistem pariwisata akibat aktivitas pertambangan. Keputusan ini diambil setelah menerima berbagai masukan terkait dampak negatif aktivitas penambangan terhadap keindahan alam Raja Ampat yang terkenal akan keanekaragaman hayati lautnya.
Bahlil menegaskan komitmennya untuk mengevaluasi izin-izin tersebut. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan otonomi khusus Papua dalam pengambilan keputusan. Pemerintah berkomitmen untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.
Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Dipertanyakan
Bahlil menyatakan akan memanggil pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, baik BUMN maupun swasta. Pertemuan ini bertujuan untuk mendengarkan penjelasan dan mengevaluasi dampak aktivitas pertambangan terhadap lingkungan.
Pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Hal ini penting untuk memastikan kepatuhan terhadap analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Sejarah Izin dan Perusahaan yang Terlibat
Izin usaha pertambangan nikel di Raja Ampat telah ada jauh sebelum Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Evaluasi akan difokuskan pada kepatuhan terhadap AMDAL dan peraturan lingkungan yang berlaku.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Daya Julian Kelly Kambu, mengungkap dua perusahaan utama yang mengelola tambang nikel di Raja Ampat: PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining. Kedua perusahaan ini telah mendapatkan izin sebelum pemekaran Papua Barat Daya.
Selain kedua perusahaan tersebut, beberapa perusahaan lain juga beroperasi di Raja Ampat dengan IUP yang dikeluarkan sebelum pembentukan Papua Barat Daya. Hal ini menunjukkan kompleksitas permasalahan dan sejarah panjang aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
Tanggapan Pemerintah Daerah dan Harapan Masyarakat
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyuarakan keprihatinan atas terbatasnya wewenang pemerintah daerah dalam hal pemberian dan pencabutan izin tambang. Kewenangan yang terpusat di Jakarta membuat pemerintah daerah kesulitan melakukan intervensi ketika terjadi kerusakan lingkungan.
Raja Ampat, yang 97% wilayahnya merupakan kawasan konservasi, sangat rentan terhadap dampak negatif aktivitas pertambangan. Pemerintah daerah berharap pemerintah pusat dapat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di wilayahnya. Hal ini penting untuk menjamin keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Pemerintah Kabupaten Raja Ampat berharap ada solusi yang bisa menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal juga menjadi prioritas utama dalam pengelolaan sumber daya alam. Pendekatan yang lebih berkelanjutan dan memperhatikan kearifan lokal diharapkan mampu memberikan solusi yang adil dan berkelanjutan.
Ke depan, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek lingkungan dan kearifan lokal dalam pengambilan keputusan terkait pertambangan. Transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan juga sangat penting untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Harapannya, upaya ini akan menghasilkan kebijakan yang lebih bijak dan melindungi keindahan alam Raja Ampat untuk generasi mendatang.