Penyerapan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia masih jauh dari target. Laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan realisasi yang mengecewakan di kuartal pertama tahun 2025, memicu kekhawatiran akan keberhasilan program penting ini.
Rendahnya penyerapan anggaran ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas strategi pendistribusian dan implementasi program MBG di lapangan. Analisis mendalam diperlukan untuk mengidentifikasi hambatan dan mencari solusi agar program ini dapat mencapai tujuannya.
Penyerapan Anggaran MBG Masih Minim
Hingga Juni 2025, baru 5,58 juta orang yang menerima manfaat MBG, jauh di bawah target 82,9 juta penerima manfaat yang ditetapkan Presiden Prabowo.
Realisasi anggaran pun hanya mencapai Rp5 triliun, atau sekitar 7% dari total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp71 triliun dalam APBN 2025.
Hal ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam pencapaian target program MBG hingga akhir tahun.
Tantangan Implementasi Program MBG
Target program MBG yang ambisius, yakni menjangkau 82,9 juta penerima manfaat melalui 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), membutuhkan upaya ekstra untuk diwujudkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan perlunya kerja keras untuk mencapai target tersebut dalam sisa waktu enam bulan di tahun 2025.
Hambatan implementasi di lapangan, seperti kendala distribusi, kurangnya sosialisasi, atau permasalahan administratif, perlu segera diatasi.
Analisis Kinerja SPPG
Jumlah SPPG yang beroperasi saat ini baru mencapai 1.863, jauh dari target 30.000. Hal ini menjadi salah satu faktor utama rendahnya capaian penerima manfaat.
Evaluasi kinerja SPPG yang komprehensif, termasuk identifikasi kendala operasional dan usulan perbaikan, sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penyaluran MBG.
Realisasi Anggaran Ketahanan Pangan dan Tekanan APBN
Di sisi lain, realisasi anggaran ketahanan pangan pada semester I-2025 mencapai Rp46,9 triliun, atau 32,7% dari pagu APBN.
Meskipun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (47,5%), angka ini masih relatif rendah dan memerlukan perhatian serius.
Beberapa program ketahanan pangan yang berjalan meliputi cetak sawah, bantuan alsintan, intensifikasi lahan, dan irigasi.
Pemerintah juga telah menggelontorkan Rp16,4 triliun kepada Bulog untuk stabilisasi harga gabah dan beras.
APBN 2025 memiliki tiga fungsi utama: sebagai stabilizer (penyerap guncangan ekonomi), allocator (pendukung pembangunan), dan distributor (pendistribusi pendapatan).
Namun, APBN menghadapi tekanan besar akibat berbagai faktor global, seperti kebijakan proteksionis negara lain dan gejolak geopolitik.
Kenaikan harga minyak dunia dan ketegangan geopolitik internasional turut menambah beban APBN.
Pemerintah berupaya melakukan negosiasi dan menggunakan kebijakan fiskal secara aktif untuk mengurangi dampak negatif dari faktor-faktor eksternal tersebut.
Kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sangat krusial dalam menjaga stabilitas ekonomi dan moneter Indonesia.
Keberhasilan program MBG dan ketahanan pangan sangat bergantung pada efektivitas koordinasi antar kementerian dan lembaga, serta sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Perlu adanya transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dalam pengelolaan anggaran, serta pengawasan yang ketat untuk memastikan program ini berjalan sesuai rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Evaluasi berkala dan perbaikan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan program MBG dan ketahanan pangan dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat Indonesia.